Perkembangan Komunikasi Jarak Jauh Melalui Satelit
Di Indonesia sistem belajar jarak jauh melalui satelit telah dilaksanakan beberapa tahun terakhir ini oleh 13 universitas negeri di wilayah Indonesia Timur. Dosen tidak perlu membuang waktu dan uang untuk mengunjungi semua mahasiswanya. Cukup ia menekan tombol yang tersedia di Institut Pertanian Bogor atau di Universitas Hasanuddin Ujung Pandang, maka secara simultan 13 kelas di 13 universitas negeri di Indonesia bagian Timur dapat menerima kuliah dari seorang dosen dengan materi yang sama dan juga pada waktu yang sama. Begitulah komunikasi, bagaimana ia telah memberi wama pada peradaban umat manusia di atas bumi ini.
Gejala masyarakat informasi makin tampak perwujudannya. Ini ditandai makin banyaknya orang memilih profesi pada sektor-sektor informasi. Misalnya konsultan, dosen, peneliti, penulis, wartawan, public relations, periklanan, programer komputer, dunia artis, penyiar/presenter, penyuluh lapangan, penulis buku, penerbitan, tenaga sales promotions, dan sebagainya.
Begitu besarnya pengaruh komunikasi dalam kehidupan kita, maka Peter Drucker seorang analis manajemen Amerika menilai bahwa: di negara-negara yang sudah maju, maka setiap pembelanjaan dalam bentuk dollar, selain untuk makanan dan pakaian dihabiskan untuk kepentingan komunikasi. Drucker membuktikannya dengan menunjuk pembayaran pulsa telepon, iuran tv, internet, faksimili, radio, langganan surat kabar dan majalah, seminar, menonton, rekreasi, buku, komputer, semuanya untuk memenuhi kebutuhan informasi.
Gejala masyarakat informasi makin tampak perwujudannya. Ini ditandai makin banyaknya orang memilih profesi pada sektor-sektor informasi. Misalnya konsultan, dosen, peneliti, penulis, wartawan, public relations, periklanan, programer komputer, dunia artis, penyiar/presenter, penyuluh lapangan, penulis buku, penerbitan, tenaga sales promotions, dan sebagainya.
Begitu besarnya pengaruh komunikasi dalam kehidupan kita, maka Peter Drucker seorang analis manajemen Amerika menilai bahwa: di negara-negara yang sudah maju, maka setiap pembelanjaan dalam bentuk dollar, selain untuk makanan dan pakaian dihabiskan untuk kepentingan komunikasi. Drucker membuktikannya dengan menunjuk pembayaran pulsa telepon, iuran tv, internet, faksimili, radio, langganan surat kabar dan majalah, seminar, menonton, rekreasi, buku, komputer, semuanya untuk memenuhi kebutuhan informasi.
Pendek kata, hari ini dan di masa datang masyarakat akan membangun suatu kelas baru, tempat mereka akan memainkan peranannya dalam hal kekuatan ilmu pengetahuan daripada uang. Karena itu manusia akan ‘lapar’ informasi. Tulis sosiolog Daniel Bell dalam bukunya The Coming of Post Industrial Society.
Kemajuan-kemajuan yang terjadi di bidang komunikasi ini, tidak saja berpengaruh pada bidang ekonomi, politik, dan lapangan keija, tetapi juga pada bidang pendidikan.
Di negara-negara maju maupun di negara-negara sedang berkembang, lembaga-lembaga pendidikan komunikasi meng-alami kemajuan pesat dengan berbagai macam nama, seperti School of Communication, School of Journalism, Department of Mass Communication, Department of Agricultural Journalism, Department of Communication Arts, Department of Agricutural Extension and Communication, School of Visual and Graphic Communication, Institute of Development Communication, Department of Communication and Theatre, Department of Broadcasting, School of Public Relations, School of Speech Communication, dan lain sebagainya.
Meski tampil dengan berbagai macam nama, namun pada dasamya semuanya bemuansa sebagai pendidikan komunikasi, yakni pendidikan yang ditujukan untuk menyiapkan tenaga-tenaga terdidik dalam pelayanan jasa informasi.
Di Indonesia, pendidikan komunikasi dimulai sekitar tahun 1950-an, ketika Ilmu Publisistik pertama kalinya diperkenalkan di Akademi Dinas Luar Negeri oleh Drs. Marbangun Hardjowirogo, kemudian disusul dengan pendirian jurusan Publisistik di berbagai universitas negeri seperti Universitas Gadjah Mada, Universitas Indonesia, Universitas Pajajaran, Universitas Hasanuddin, lalu disusul oleh Universitas Diponegoro, Universitas Sam Ratuiangi, Universitas Sebelas Maret, Universitas Sumatra Utara, Universitas Airlangga, dan beberapa universitas swasta lainnya.
Pendidikan komunikasi yang berkembang begitu pesat di Amerika Serikat, telah memberi pengaruh yang besar terhadap pendidikan komunikasi di berbagai negara, termasuk Indonesia. Karena itu istilah Publisistik yang tadinya banyak digunakan di Indonesia, kemudian berganti nama menjadi Jurusan Ilmu Komunikasi.
Perkembangan minat mahasiswa juga cenderung makin banyak, terutama dari anak-anak anggota masyarakat kelas menengah ke atas. Begitu juga pelatihan jumalistik dan ceramah-ceramah komunikasi makin banyak diminati oleh masyarakat. Bahkan pendidikan yang tidak mengkhususkan diri pada ilmu komunikasi makin merasakan kebutuhan ilmu komunikasi untuk diajarkan, baik sebagai kuliah pengantar maupun sebagai pelengkap untuk mendukung luarannya sebagai tenaga-tenaga profesional yang handal, apakah itu sebagai administrator, ma-najer ataukah sebagai petugas spesialis lapangan pada berbagai proyek pembangunan masyarakat.
Selain di sektor pendidikan, seminar, dan kajian riset komunikasi juga makin banyak dilakukan. Selain ditujukan untuk kepentingan kebijaksanaan dan pengambilan keputusan, juga untuk kepentingan pengembangan ilmu komunikasi itu sendiri. Semuanya ini sebagai pertanda makin banyaknya orang yang ingin mempelajari ilmu komunikasi. Masalahnya, kebutuhan jasa informasi di Indonesia sudah disadari, namun masih banyak pihak yang belum memahaminya. Karena itu diperlukan tin-dakan yang proaktif untuk lebih banyak memperkenalkannya. Paling tidak berusaha men ambuhkan kebutuhan orang lain pada jasa informasi.
Kemajuan-kemajuan yang terjadi di bidang komunikasi ini, tidak saja berpengaruh pada bidang ekonomi, politik, dan lapangan keija, tetapi juga pada bidang pendidikan.
Di negara-negara maju maupun di negara-negara sedang berkembang, lembaga-lembaga pendidikan komunikasi meng-alami kemajuan pesat dengan berbagai macam nama, seperti School of Communication, School of Journalism, Department of Mass Communication, Department of Agricultural Journalism, Department of Communication Arts, Department of Agricutural Extension and Communication, School of Visual and Graphic Communication, Institute of Development Communication, Department of Communication and Theatre, Department of Broadcasting, School of Public Relations, School of Speech Communication, dan lain sebagainya.
Meski tampil dengan berbagai macam nama, namun pada dasamya semuanya bemuansa sebagai pendidikan komunikasi, yakni pendidikan yang ditujukan untuk menyiapkan tenaga-tenaga terdidik dalam pelayanan jasa informasi.
Di Indonesia, pendidikan komunikasi dimulai sekitar tahun 1950-an, ketika Ilmu Publisistik pertama kalinya diperkenalkan di Akademi Dinas Luar Negeri oleh Drs. Marbangun Hardjowirogo, kemudian disusul dengan pendirian jurusan Publisistik di berbagai universitas negeri seperti Universitas Gadjah Mada, Universitas Indonesia, Universitas Pajajaran, Universitas Hasanuddin, lalu disusul oleh Universitas Diponegoro, Universitas Sam Ratuiangi, Universitas Sebelas Maret, Universitas Sumatra Utara, Universitas Airlangga, dan beberapa universitas swasta lainnya.
Pendidikan komunikasi yang berkembang begitu pesat di Amerika Serikat, telah memberi pengaruh yang besar terhadap pendidikan komunikasi di berbagai negara, termasuk Indonesia. Karena itu istilah Publisistik yang tadinya banyak digunakan di Indonesia, kemudian berganti nama menjadi Jurusan Ilmu Komunikasi.
Perkembangan minat mahasiswa juga cenderung makin banyak, terutama dari anak-anak anggota masyarakat kelas menengah ke atas. Begitu juga pelatihan jumalistik dan ceramah-ceramah komunikasi makin banyak diminati oleh masyarakat. Bahkan pendidikan yang tidak mengkhususkan diri pada ilmu komunikasi makin merasakan kebutuhan ilmu komunikasi untuk diajarkan, baik sebagai kuliah pengantar maupun sebagai pelengkap untuk mendukung luarannya sebagai tenaga-tenaga profesional yang handal, apakah itu sebagai administrator, ma-najer ataukah sebagai petugas spesialis lapangan pada berbagai proyek pembangunan masyarakat.
Selain di sektor pendidikan, seminar, dan kajian riset komunikasi juga makin banyak dilakukan. Selain ditujukan untuk kepentingan kebijaksanaan dan pengambilan keputusan, juga untuk kepentingan pengembangan ilmu komunikasi itu sendiri. Semuanya ini sebagai pertanda makin banyaknya orang yang ingin mempelajari ilmu komunikasi. Masalahnya, kebutuhan jasa informasi di Indonesia sudah disadari, namun masih banyak pihak yang belum memahaminya. Karena itu diperlukan tin-dakan yang proaktif untuk lebih banyak memperkenalkannya. Paling tidak berusaha men ambuhkan kebutuhan orang lain pada jasa informasi.