Makna Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober: Sejarah, Nilai Perjuangan, dan Relevansinya di Era Modern
Hari Sumpah Pemuda yang diperingati setiap tanggal 28 Oktober bukan sekadar upacara seremonial, tetapi momentum bersejarah yang menjadi tonggak lahirnya persatuan bangsa Indonesia. Di tengah kondisi modern yang serba digital dan individualistis, semangat Sumpah Pemuda tetap relevan dan perlu terus dihidupkan, terutama oleh generasi muda yang kini menjadi penentu arah masa depan bangsa.
Artikel ini akan membahas secara lengkap sejarah lahirnya Sumpah Pemuda, isi sumpah dalam tiga butir penting, latar belakang munculnya semangat persatuan, serta makna dan implementasinya di era globalisasi saat ini.
Latar Belakang Lahirnya Sumpah Pemuda
Awal abad ke-20 adalah masa peralihan kesadaran pemuda Indonesia. Sebelumnya, perjuangan melawan penjajahan Belanda masih bersifat kedaerahan. Masing-masing etnis dan kerajaan berperang sendiri—Aceh, Jawa, Bali, Sulawesi, Minangkabau, dan lainnya—sehingga mudah dipatahkan oleh Belanda.
Namun, berdirinya organisasi modern seperti:
- Budi Utomo (1908),
- Sarekat Islam (1912),
- Muhammadiyah (1912),
mulai menumbuhkan kesadaran baru bahwa Indonesia adalah satu kesatuan besar yang tidak boleh lagi terpecah-pecah. Generasi muda saat itu melihat bahwa persatuan adalah kunci kemenangan, bukan senjata atau kekuatan militer semata.
Kongres Pemuda I dan II
Pada 1926, diadakan Kongres Pemuda I, yang menjadi cikal bakal lahirnya gagasan persatuan bangsa. Tetapi, hasilnya belum konkret.
Baru pada Kongres Pemuda II, tepatnya 27–28 Oktober 1928 di Jakarta, lahirlah ikrar besar yang untuk pertama kalinya menggunakan istilah “Indonesia” secara resmi. Kongres Pemuda II dihadiri berbagai tokoh dari organisasi pemuda lintas daerah, agama, dan latar sosial. Pada penutupan kongres tanggal 28 Oktober 1928, dibacakanlah Sumpah Pemuda yang hingga kini menjadi fondasi berdirinya bangsa.
Isi Teks Sumpah Pemuda (1928)
Pertama, Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah air Indonesia.Kedua, Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.Ketiga, Kami poetra dan poetri Indonesia, mengjondjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.
Tiga kalimat sederhana ini mengubah arah perjuangan bangsa Indonesia secara total — dari perjuangan kedaerahan menjadi perjuangan nasional. Bukan lagi “Jawa”, “Minangkabau”, “Bugis”, atau “Dayak”, tetapi Indonesia.
Makna Besar di Balik Sumpah Pemuda
Persatuan di Atas Segala PerbedaanIndonesia lahir dari keberagaman suku, agama, dan budaya. Sumpah Pemuda menegaskan bahwa kita tidak sama, tetapi kita memilih untuk bersatu.
Bahasa Indonesia sebagai identitas pemersatu
Bahasa Melayu dipilih sebagai bahasa persatuan, bukan bahasa Jawa yang jumlah penuturnya terbanyak. Ini menunjukkan kerendahan hati dan kecerdasan politik para pendiri bangsa.
Kesadaran Kolektif untuk Merdeka
Ini bukan sekadar tekad individual, tetapi gerakan bersama anak muda seluruh Nusantara.
Generasi muda sebagai motor perubahan
Sumpah Pemuda adalah bukti bahwa perubahan besar bangsa ini dimulai dari kaum muda, bukan politisi maupun penguasa.
Mengapa Peringatan Sumpah Pemuda Tetap Relevan di Masa Kini?
Walaupun kemerdekaan sudah lama diraih, tantangan era modern jauh lebih kompleks:
- Penyebaran hoax dan ujaran kebencian di media sosial,
- Fenomena perpecahan karena politik atau SARA,
- Krisis identitas dan karakter generasi muda,
- Pengaruh negatif dari globalisasi dan budaya asing,
- Ancaman individualisme digital yang membuat generasi muda apatis terhadap bangsa.
Dalam situasi seperti ini, nilai Sumpah Pemuda harus dihidupkan kembali, bukan sekadar dihafal.
Implementasi Semangat Sumpah Pemuda untuk Generasi Masa Kini
Penutup: Sumpah Pemuda Bukan Sekadar Sejarah, tapi Kompas Masa Depan
Sumpah Pemuda adalah api perjuangan yang tak boleh padam, meski zaman sudah berubah. Ia adalah simbol keberanian, persatuan, dan visi besar anak muda untuk melawan ketakutan dan perpecahan.
Tanggal 28 Oktober bukan hanya hari peringatan, tetapi cermin untuk bertanya pada diri sendiri:
Apakah kita hanya menjadi penonton sejarah?Atau menjadi generasi yang ikut membangun masa depan Indonesia?
Karena sesungguhnya, Sumpah Pemuda bukan hanya milik tahun 1928 — melainkan milik setiap pemuda yang memilih untuk berkontribusi hari ini.
