Tanggapan Media
Berikut sari "induk karangan" sejumlah koran di Hindia Belanda yang terbit tanggal 14 Januari 1941 menanggapi kewafatan Muhamad Husni Thamrin.
Tjaja Timoer, Batavia
Jika Tuan Mr. Jonkman, voorzitter (ketua,RS) Volksraad sendiri mengatakan tanggal 10 Januari 1941 penahanan Thamrin saja untuk sementara tidak boleh menghadiri Volksraaad sudah berarti memberi suatu bekas pada kehidupan Staatkundig (ketatanegaraan, RS) di dalam negeri ini, tentulah dapat dipahamkan meninggalnya tiba-tiba dalam keadaan semacam ini, mungkin sekali memberi bekas dan kerugian yang tidak mudah diperbaiki lebih dari yang dapat diketahui oleh voorzitter Volksraad, karena Tuan Thamrin adalah satu motor dari pergerakan Nasional yang penting, seorang kampiun yang bekerja dengan berterang-terang dan giat dalam segala hal dengan Pemerintah dalam kalangan parlementaire instituten (lembaga parlemen) yang diizinkan oleh Grondwet (hukum dasar) dan Ind. Staatsregeling (Aturan Pemerintah Hindia Belanda).
Pemandangan, Batavia
Apakah jasanya? Jasanya ialah terletak dalam perjuangan marhum Muhammad Husni Thamrin dalam Volksraad, Provinciale Raad, dan Gemeenteraad. Di situlah letaknya lapang usaha dan perjuangan dan di situlah letaknya kekuatan dan jasa-jasa yang besar dari marhum Muhammad Husni Thamrin.
Berita Oemoem, Bandung
Sebagai Dr. Soetomo, nama Muhammad Husni Thamrin tidak cuma terkenal dalam lingkungan bangsa sendiri, tetapi juga sampai di luar negeri.
Di sana Thamrin juga cukup disebut-sebut dan diteropong gerak langkahnya sebagai pemimpin dan pendekar Nasional Indonesia yang sedang berjuang untuk perbaikan nusa dan bangsa.
Pewarta Deli, Medan
Setelah menerima berita yang menyedihkan itu tentang Thamrin pagi ini, yang disiarkan oleh Nirom dan perstelegrammendienst Aneta (kawat berita kantor berita Aneta, RS), maka seolah-olah kita tidak percaya mula-mula. Dari berita yang lalu juga disiarkan, bahwa Thamrin sakit demam keras waktu beliau digeladah oleh PID Betawi (Polisi Rahasia, RS), akan tetapi karena di Betawi banyak dokter pandai-pandai, tentu penyakit beliau itu menurut dugaan bisa mungkin lekas sembuh. Bagi Tanah Seberang, terutama bagi penduduk Medan, Thamrin tidak asing lagi, melainkan sudah terkenal sebagai Abang Thamrin seperti kepopulerannya di Betawi. Selain pidatonya di Volksraad, orang dapat perhatikan sendiri gerak gerik tangan dan bunyi suaranya yang nyaring tetapi tenang itu, waktu beliau mengadakan pidato propaganda kebangsaan di Medan.
Thamrin terkenal juga sampai ke luar negeri. Dalam buku John Gunther Inside Asia, tersebut nama Thamrin sebagai leider (pemimpin, RS) Fraksi Nasional di Volksraad.
Suara Kalimantan, Banjarmasin
M. H. Thamrin meninggal dunia sedang (selagi, RS) perhatian umum tertuju pada dirinya. Dalam surat kabar ini sudah dikabarkan bahwa rumahnya atas perintah Hoofdparket (Kantor Intel, RS) telah digeladah berhubung dengan sebuah surat yang ditulisnya, surat mana berisi kata-kata yang dianggap menghina pemerintah (Hindia Belanda). Ia (Thamrin, RS) yang tadinya menjauhi untuk naik podium di muka rakyat, lalu rajin berpropaganda ke sana ke mari, pergi dengan giat dari rapat ke rapat. Dan untuk itu beliau tidak pernah meminta ongkos, tetapi dibayarnya dari kantung sendiri. Menurut kabar, kepada Parindra saja beliau memberi sokongan tidak kurang dari f 200,- (florijn atau perak, dua ratus perak, RS) saban bulannya.
Pertja Selatan, Palembang
Apa yang dikatakan Thamrin dikutip surat-surat kabar Amerika, Filipina, dan Jepang, malah Madame Tabouis wartawati Prancis yang paling disegani pernah juga menulis tentang Tuan Thamrin, Thamrin termasuk dalam lijst (daftar, RS) nama-nama pendekar-pendekarpercaturan politik internasional, tulis Madame Tabouis yang terkenal itu. Juga di kalangan tinggi luar negeri, almarhum mendapat perhatian. Presiden Filipina tertarik hatinya untuk berkenalan dengan almarhum, dalam suatu pertemuan yang diadakan ketika pembesar agung itu singgah kemari. Juga perhatian orang-orang Jepang terhadap beliau ada besar.
Kalau berpidato beliau tenang saja, tetapi ucapannya bernas, memaksa orang berpikir keras, kalau perlu pernyataannya tajam-tajam, ketangkasannya lebih ternyata di waktu debat. Karena itu orang berhati-hati benar dengan beliau.
Adakah M. Husni Thamrin korban pembunuhan yang Direncanakan?
Dari data-data yang diurai dalam bagian terdahulu, tentang sakit Husni dapat disimpulkan sebagai berikut.
Sampai dengan pertengahan Desember 1940 tidak diketahui dengan pasti apa sakit yang diderita M. Husni Thamrin. Diketahui ia kelelahan, mungkiri hal ini sering dikeluhkan Husni kepada kerabatnya sehingga pada akhirnya ia menyetujui saran kerabatnya untuk beristirahat. Husni memilih beristirahat di Langsa, Aceh. Perjalanan jauh tidak membuat kesehatannya pulih, melainkan memperparah. Apalagi sekembalinya dari Langsa, Husni mengunjungi Jogjakarta, diperkirakan, tanggal 27 sampai 30 Desember 1940. Perjalanan ke Langsa, via Medan ditempuhnya dengan kapal laut, dan Jogja dengan KA.
Sekembalinya dari Jogja, Husni langsung terlibat lagi dalam kegiatan rapat-rapat, dan pada rapat tanggal 4 atau 5 Januari 1941 di rumahnya Husni mengalami anvaal. Ia muntah-muntah. Baru di sini Dr. Kayadu menyimpulkan kemungkinan Husni menderita nierziekte, gangguan ginjal, dan kemungkinan komplikasi jantung.
Seharusnya Husni diperiksa intensive di CBZ, kini RSCM. Pada saat itu CBZ sudah memiliki fasilitas yang memurigkinkan untuk memeriksa penyakit Husni, bahkan fasilitas operasi pun sudah ada. Tetapi hal ini tak sempat dilakukan karena pada tanggal 4 Januari 1941 malam hari rumah kediaman Husni di Sawah Besar No. 32 digeladah, Husni dinyatakan sebagai tahanan rumah. Semua peluang pengobatan Husni secara profesional tertutup. Dr. Kayadu, atas izin polisi, menjenguk Husni untuk mengetahui perkembangan kesehatannya, dan sangat mungkin memberikan obat generik untuk mengurangi rasa nyerinya saja.
Kondisi kesehatan Husni yang memburuk sangat mungkin telah lama diketahui pihakPID, polisi rahasia Belanda. Karena itu mereka memberikan coup de grace, pukulan yang mematikan untuk menghancurkan mental Husni. Rumahnya digeladah, ia dinyatakan sebagai tahanan rumah, di rumahnya ditempatkan polisi untuk menjaga dan mengawasi Husni.
Pada dini hari kematian 11 Januari 1941 pukul 04.00 lebih sedikit Entong, jongos di rumah Husni, minta izin polisi penjaga untuk pergi ke rumah Siti Sarah di Drossaerweg. Jarak dari Sawah Besar No. 32 ke Drossaerweg No. 19 tidak sampai 400 meter. Memang mudah ditempuh dengan berjalan kaki, tetapi lebih mudah lagi bila menggunakan pesawat telepon. Mengapa ini tidak dilakukan Si Entong? Karena PID telah memutuskan hubungan telepon di rumah Husni. Setidaknya sejak tanggal 5 Januari 1941. Terpaksa Entong tinggalkan Nyonya Thamrin dan putrinya di rumah duka.
Polisi Rahasia Belanda mempersempit peluang untuk penyelamatan nyawa Husni, bahkan ada kesan Belanda melakukan pembiaran agar Husni tewas karena penyakitnya. Suatu tanda tanya besar, mengapa Dr. Kayadu baru bisa datang menjenguk Husni pada Minggu malam yang kelabu itu pada pukul 02.30 dini hari? Artinya, tidak mudah bagi Dr. Kayadu mengakses Husni, karena dihalang-halangi Polisi Rahasia Belanda.
Jika benar Belanda melakukan pembiaran agar M. Husni Thamrin tewas, maka Belanda telah melakukan indirectly murder terhadap Husni. Pertanyaannya, mengapa Husni tidakdiberi kesempatan yang cukup untuk mengobati penyakitnya, bahkan diberikan perlakuan yang memperparah penyakitnya.
Apa pun alasan penggeledahan, tetapi itu sebuah pukulan yang mematikan, coup de grace, kepada Husni. Bukan karena Husni takut atau berani, tetapi persoalannya Husni berkedudukan sebagai Wakil Ketua Volksraad. Karenanya ketua Volksraad Mr. Jonkman menyebutnya sebagai pengrusakan hukum ketatanegaraan, karena penggeladahan diikuti dengan menahan Husni di rumahnya, artinya mencegahnya, seandainya dia sehat, untuk menghadiri sidang-sidang Volksraad, dan mencegahnya, bila sakit, untuk berobat ke rumah sakit. Mr. Jonkman menggunakan istilah kejahatan yang dinisbatkan pada perbuatan Polisi Rahasia.
Tuduhan bahwa penggeledahan itu untuk mencari sepucuk surat yang ditulis Husni (kepada siapa?) yang isinya antara lain menista pemerintah Hindia Belanda, sangat tidak masuk di akal, karena tidak ada surat pribadi yang salinannya diarsipkan. Karena orang tidak pernah membuat duplikat surat pribadi. Karena surat pribadi ditulis tangan.