Pemberontakan Tanah Tinggi Tangerang 1924
Jembatan Pesing yang menghubungkan Batavia dengan Tangerang
Ketika beranjak remaja Kalin mulai menjadi petani penggarap. Ia tak lagi serumah dengan bapaknya. Ia menumpang di rumah kakak perempuannya. Kemudian hari kakaknya membuatkan rumah untuk Kalin.
Kian lama menjadi buruh tani kian sadarlah Kalin betapa menderitanya kehidupan kaum tani. Petani menderita karena beban pajak yang terlalu besar yang dipungut Kompeni, pemerintah kolonial Hindia Belanda, dan para pemeras lainnya, baik itu pengijon maupun pemilik warung borong yang biasa membeli gabah kering dari petani. Kalin benar-benar tak kuasa bertahan hidup sebagai petani.
Walau Kalin menyadari salah satu sumber penderitaan petani adalah Demang, petugas pemungut pajak, dan pungutan lain, namun Kalin tak punya pilihan lain. Ia ingin memperbaiki nasibnya. Maka Kalin pun bekerja sebagai pembantu Demang. Demang sendiri memerlukan Kalin, karena Kalin ahli bermain pukulan (pencak silat), yang ia pelajari sejak kecil.
Pada akhirnya Kalin tak kuasa bertahan, dengan mata kepalanya sendiri tiap hari ia menyaksikan Demang memeras petani. Dengan sekehendak hatinya Demang meminta pajak gabah yang belum lagi dijemur. Demang pun masih bergentayangan di warung borong untuk memajak hasil penjualan gabah kering. Hanya tiga tahun Kalin bertahan sebagai pembantu pemungut pajak. Tapi dari pengalaman bekerja sebagai pembantu Demang ia berkenalan dengan seorang janda kaya Tionghoa.
Perkenalan ini mengantarkan Kalin ke jenjang pelaminan. Tetapi di dalam rumah mewah berarsitektur gaya Tionghoa di Tanah Tinggi Tangerang itu Kalin tidak betah, karena istri dan keluarga dari pihak istri terlibat dalam pemerasan petani. Akhirnya Kalin pun menyadari bahwa sang janda dulu memintanya menikah karena mengharapkan perlindungan Kalin atas harta bendanya yang berlimpah ruah itu.
Dalam usia sekitar 23 tahun, Kalin berpisah dengan istrinya. Ia merantau ke Jakarta. Persisnya di Kampung Jembatan Lima, Jakarta Barat. Ia memperdalam ilmu di pengajian Kampung Sawah, Jembatan Lima. Di sinilah Kalin terlibat dalam jaringan mantan pemberontak Condet 1916. Cakrawala pemberontakan makin merasuk ke dalam diri Kalin. Kalin diajarkan bahwa mereka yang memeras petani adalah orang asing. Orang asing harus diusir.
Kalin belajar ilmu tarekat. Perguruan Kampung Sawah Jembatan Lima merupakan bagian jaringan tarekat yang berpusat di Langgar Tinggi Gg. Kingkit IX Pecenongan, Jakarta Pusat. Pendiri tarekat Pecenongan adalah Guru Cit yang lahir pada permulaan abad XIX. Salah seorang murid Guru Cit adalah Guru Na'ipin yang merupakan guru si Pitung.
Di perguruan Kampung Sawah Kalin menjalankan puasa matigeni, puasa 40 hari, mematikan segala rasa, lapar, haus, sex, marah, senang, sedih. Kalin lalu memasuki tahapan yang paling berat yaitu kena'at, penyiksaan diri. Kalin selulup di kali Ciliwung. Ketika kepalanya muncul di permukaan air, segera disambut pukulan balok kayu oleh gurunya. Itu dilakukan berulang-ulang.
Selesai menjalankan riadhah, latihan, Kalin mulai "diisi" dengan belajar rapal-rapal, jampi. Setelah proses alih ilmu dianggap selesai, maka sejak saat itu Kalin harus mengenakan pakaian putih dan ikat kepala putih setiap harinya. Pada akhir pendidikan tarekat, Kalin masih harus menerima jenis ilmu yang lain yaitu menjadi dalang wayang kulit Betawi. Tampaknya pewayangan menjadi sarana memasyarakatkan ide-ide perjuangan.
Sekitar empat tahun Kalin menimba ilmu di Betawi. Ia kembali ke Tangerang. Dengan cepat Kalin menjadi dalang terkenal yang mempunyai banyak pengikut. Kalin menganjurkan kepada rakyat untuk tidak taat kepada Kompeni. Kalin melarang rakyat ikut serta dalam kompenian (kerja bakti) yang dianjurkan pemerintah Belanda. Lebih dari itu Kalin mencegah petani membayar pajak pada Demang, juga memberi uang kepada para pemeras petani. Kalin tidaksekedar omong, ia menggerakkan pengikutnya untuk melakukan penyiksaan kepada para pemeras baik itu pengijon, warung borong, lintah darat. Kalin dan pengikutnya dapat menyiksa sampai mati para pemeras petani itu kalau mereka tidak segera bersumpah untuk berhenti memeras petani.
Kalin Bapak Kayah menjadi sebuah nama yang membuat lutut para pemeras, Demang, asisten Wedana, bahkan jajaran Kompeni di Betawi bergetar. Kalin tak mudah ditaklukkan, bukan saja karena banyak pengikutnya, tetapi Kalin sangat dicintai petani dan rakyat pada umumnya. Tidak mudah menangkap Kalin.
Pada bulan Maret 1924, Kalin mengajak para pengikutnya melakukan arak-arakan, pawai, di kota Tangerang. Kalin mungkin merasa sudah mencapai kemenangan. Pawai yang disambut rakyat Tangerang itu dilaksanakan em pat hari berturut-turut.
Bukanlah kolonial namanya kalau tidak menyimpan akal licik. Perangkap dipersiapkan. Mata-mata Belanda melaporkan bahwa Kalin sering terlihat di kampung Mauk, Tangerang. Bertandang ke rumah kerabatnya yang menjadi asisten Wedana Mauk. Pada suatu hari Belanda menyuruh asisten Wedana Mauk berpura-pura mendukung gerakan Kalin jika Kalin datang bertandang. Buatlah Kalin berlama-lama bertamu agar cukup waktu buat Belanda mengerahkan serdadu dari Kamp Duri, Betawi.
Pada akhir bulan Maret 1924 Kalin bertandang ke rumah asisten Wedana Mauk. Kalin ditemani empat orang kepercayaannya. Kalin dijamu di serambi sambil minum teh.
Asisten : Bapa Kalin, saya setuju dengan gerakan Bapa. Pendeknya saya mendukung sepenuhnya dan siap bersama-sama Bapa menyembelih kaum pemeras petani.
Kalin : Jadi, Tuan Asisten dukung saya punya perjuangan.
Alhamdulillah. Kalau begitu rampung sudah obrolan kita. Saya minta permisi.
Asisten : Jangan pulang dulu Bapa Kalin, orang rumah sudah menyiapkan dahar. Kita dahar dulu di dalam. Rapi dahar terserah Bapa dah, apa mau pulang apa mau menginap, saya tidak keberatan.
Kalin : Kok orang rumah pada tidak kelihatan.
Asisten : Iya, habis masak istri dan anak-anak saya ke Pasar Baru
Tangerang. Katanya ada yang mau dibeli. Ayu dah dahar, Maaf ya saya tidak bisa menemani dahar. Saya baru saja dahar sebelum Bapak ke sini. Dahar dah tidak usah malu-malu.
Kalin dan empat pembantunya makan siang di ruang dalam. Tuan Asisten sibuk mundar-mandir keluar masuk ruang dalam. Kemudian beberapa menit Tuan Asis ten tidak muncul. Tiba-tiba muncul puluhan serdadu Belanda yang langsung mengguyur ratusan peluru ke arah Kalin dan empat orang pembantunya yang sedang santap siang.
Kalin Bapak Kayah berpulang. Berakhir pula sepenggal sejarah per-lawanan kaum tani di Tangerang.
Beriringan dengan ditumpasnya pemberontakan Kalin Bapak Kayah pada tahun 1924, di Batavia muncul model pergerakan baru yang tidak menggunakan senjata tajam, tetapi pikiran yang cerdas. Perjuangan kemerdekaan ini di Jakarta dipelopori antara lain oleh putera Betawi M. Husni Thamrin yang memimpin Perkumpulan Kaum Betawi. Perkumpulan ini mendapat pengakuan hukum oleh pemerintah Belanda pada tahun 1924.
Husni Thamrin adalah tokoh Nasional asal Betawi yang berjuang tidak saja dengan kecerdasannya tetapi juga dengan hartanya.