Pemberontakan Petani dan Ratu Adil
Perkataan Ratu Adil sangat populer di kalangan rakyat. Sampai-sampai Kapten KNIL Raymond Westerling menyebut tentara pemberontak yang dipimpinnya pada tahun 1950 sebagai Angkatan Perang Ratu Adil (APRA).
Konsep Ratu Adil berasal dari dunia pewayangan. Konsep ini menjanjikan harapan kepada rakyat tertindas bahwa suatu hari mereka akan terlepas dari belenggu kemiskinan bila datang Ratu Adil. Raja yang sangat adil yang memberikan perlindungan kepada seluruh rakyat tanpa pilih kasih termasuk petani. Konsep Ratu Adil ada kemiripannya dengan konsep Imam Mahdi di kalangan Islam.
Bila kita hanya berpegang kepada anggapan bahwa pemberontakan petani karena dimotivasi oleh konsep Ratu Adil, niscaya kita tersesat dan mengabaikan faktor ideologi yang berada di balik pemberontakan petani. Sampai dengan pemberontakan petani abad XIX kita dapat menerima pandangan ini, tetapi pemberontakan awal abad XX sudah mempunyai motivasi ideologis. Pemberontakan petani Cimareme 1919 yang dipelopori Hasan adalah pemberontakan yang mempunyai warna ideologi Islam. Hassan adalah anggota Sarekat Islam Afdeling B, bawah tanah.
Tokoh-tokoh pemberontak termasuk Hassan ditangkap dan dihukum gantung di alun-alun Tegalega, Bandung.
Pemberontakan Silungkang, Sumatra Barat, 1926 juga bukan pemberontakan komunis. Tokoh pemberontak adalah Datuk Batuah. Menurut Hamka yang pernah menjabat Ketua Majelis Ulama Indonesia, ada 3 orang murid terbaik dari madrasah Surau Jambatan Basi Minangkabau. Mereka adalah Karim Amarullah, kemudian jadi ulama Sunni penyebar Islam, Abu Bakar Ayub, dan Datuk Batuah.
Datuk Batuah memimpin gerakannya secara cerdas. Ia menerbitkan majalah yang diberi nama Jago Jago. Adapun pemberontakan yang dipimpinnya gagal dan dia sendiri dibuang ke Digul. Para pengikutnya menjadi urang talu, orang usiran.
Para penganjur pemberontakan petani di Jawa pada awal abad XX adalah tokoh Sarekat Islam antara lain Haji Misbach. Pada awal abad XX pemberontakan petani mendapatkan pengaruh dari Islam. Tetapi tak dapatdipastikan apakah semboyanyang amatterkenal dan menggetarkan Sama Rata Sama Rasa Sarekat Islam yang menciptakan atau kalangan lain.
Sasaran pemberontakan petani di beberapa tempat bukan sekedar menuntut perbaikan nasib petani, tetapi di Jawa Barat terdapat pemberontakan petani abad XX yang mempunyai sasaran sangat kongkrit yaitu menjadikan Haji Omar Said Tjokroaminoto sebagai Raja Jawa menggantikan Ratu Wilhelmina, sebagaimana diungkapkan oleh sejarahwan Sartono Kartodirdjo. Pihak kolonial sangat serius dengan masalah ini, bahkan menuduh HOS Tjokroaminoto menerima bantuan 2 juta gulden (mata uang Belanda) dari pihak asing untuk menyiapkan sebuah pemberontakan besar.
Pandangan bahwa pemberontakan petani dipicu oleh konsep tentang Ratu Adil tidak sepenuhnya benar. Terutama pemberontakan petani abad XX amat terkait dengan jaringan organisasi Sarekat Islam.