Perjuangan M. Husni Thamrin dan Tragedi Kematiannya
Tanggal 11 Januari 2011 genap 70 tahun wafatnya Pahlawan Nasional Muhamad Husni bin Thamrin bin Thabri. Ia, meminjam istilah zaman itu, anak Betawi tulen.
Bagian ini ditulis berdasar pelbagai sumber yang tak banyak diketahui publik, antara lain Imam Soepardi, Kenang-kenangan dan Kematian M.H. Thamrin Bintang Pejambon, Poestaka Nasional, 1941, Surabaya.
Dalam gambar di halaman sebelumnya terlihat Husni (berdiri pada shaf belakang No. 3 dari kiri) masih sangat muda, diperkirakan berusia 20 tahun, namun sudah aktif dalam perkumpulan Batavia Berichtiar yang kelak menjadi cikal bakal organisasi Perkumpulan Kaum Betawi yang didirikan pada tahun 1923, mendapat rechtsperson, badan hukum, 1924. Tetapi organ, badan. Perkumpulan Kaum Betawi Tjahaya Betawi telah terbit sejak tahun 1923, yang kemudian berganti nama menjadi Berita Kaum Betawi.
Sudah seperti menjadi ketentuan Allah, Pitung tewas dibunuh Belanda tahun 1894, Muhammad Husni Thamrin lahir pada tahun yang sama: 1894. Tokoh perlawanan rakyat dari Tangerang Kalin Bapa Kayah tewas tahun 1924, Perkumpulan Kaum Betawi mendapat badan hukum pada tahun 1924 juga.
Mohammad Husni adalah anak ketiga dari pasangan Thamrin bin Thabri dengan Nurhamah. Beliau lahir di Betawi pada tanggal 16 Februari 1894. Thamrin bin Thabri adalah putra Wedana. Adapun Thabri, kakeknya adalah seorang jaksa. Jaksa Thabri tinggal di kawasan Kebon Sirih, jalan di mana rumahnya berlokasi dinamakan Gang Jaksa.
Thamrin memasuki sekolah level rendah Instituut Bosch, kemudian melanjutkan ke HBS (Hogere Burgerschool) yang paling terkenal di Batavia Koning Willem III di Salemba. Ketika di HBS, sambil bersekolah Husni magangdl kantor Patih Batavia, kemudian kantor residen Batavia. Pada tanggal 11 Mei 1914 Husni mulai bekerja di Hoofdkantoor, kantor pusat, perusahaan pelayaran terbesar di Hindia Belanda KPM afdeeling Boekhouding, bagian pembukuan.
Husni tak lama di KPM. Ia berhenti bekerja lalu bergiat dalam usaha perkebunan karet dan teh. Di samping itu sebagian besar perhatiannya dicurahkan pada dunia pergerakan. Husni bergabung dalam Batavia Berichtiar, diperkirakan tahun 1920. Perkumpulan ini kemudian menjadi inti Perkumpulan Kaum Betawi yang didirikan oleh Masserie. Husni, dan M. Thahir pernah menjadi Ketua Boedi Oetomo cabang Weltevreden. Husni menjadi Ketua pertama Perkumpulan Kaum Betawi. Sebelumnya, ketika untuk pertama kali dibentuk Gemeenteraad van Batavia, Dewan Kota, tahun 1919, Husni, atau dikenal dengan panggilan Bang Ni, terpilih sebagai salah seorang anggota mewakili orang-orang Betawi. Seorang anggota lain Gemeenteraad adalah Van der Zee, seorang Belanda yang sangat terpengaruh ide-ide sosialisme. Husni berkawan akrab dengan Van der Zee. Jalan pikiran dan keberpihakan Husni pada rakyat besar kemungkinan dipengaruhi Van der Zee.
Tidak diketahui sejak kapan Husni menjadi anggota Provinciale Raad van Preangers. Seperti diketahui, Batavia dalam sistem administrasi pemerintahan Hindia Belanda termasuk dalam Residensi Priangan.
Karier Husni menanjak terus. Pada tahun 1923 Husni diangkat sebagai Wethouder, pejabat hukum. Tidak diketahui dengan pasti sejak kapan Husni menjadi Loco Burgermeester Betawi, wakil walikota. Tetapi jabatan ini diketahui dipangkunya hingga bulan Juli 1930. Seraya dalam memangku jabatan Loco Burgermeester, Husni diangkat sebagai anggota Volkdsraad pada tanggal 10 Mei 1927. Ia menjadi anggota antar waktu menggantikan anggota yang meninggal dunia. Sampai dengan wafatnya, Husni menjadi anggota Volksraad selama empat periode. Periode terakhirnya Husni terpilih sebagai Wakil Ketua Volksraad sejak 15 Juni 1939 hingga akhir hayatnya.
Husni penggemar olahraga. Di masa sekolah ia menjadi anggota Daya Oepaya Sportsclub. Ini pula yang menggerakkan hatinya untuk menghibahkan tanahnya di Petojo menjadi lapangan sepakbola VIJ, Voetbalbond Indonesische Jacatra, cikal bakal Persija, pada tahun 1932. Olahraga yang paling digemarinya auto racing.
Husni juga menjadi anggota Stichting, yayasan, Indonesisch Studiefonds. Yayasan ini mendirikan Internaat Batavia yang terletak di Drossaerweg No.95. Husni ikut mendirikan asrama pelajar ini yang luas tanahnya lebih dari satu hektar. Kini asrama ini dipergunakan kepolisian.
Di samping itu, sebagaimana banyak diketahui Gedung Pertemuan yang terletak di 31. Kenari 11/15 adalah gedung yang dibeli Husni dari Mijnheer Haas, seorang pengusaha ternak potong. Gedung ini dihibahkan Husni untuk perjuangan.
Di bidang politik, Husni bergabung dalam Parindra, Partai Indonesia Raya, sejak partai ini didirikan pada tahun 1935. Di Parindra Husni mengepalai Departemen Urusan Politik.
Husni banyak membuat tulisan kolom tentang politik di surat-surat kabar, tetapi ia menggunakan nama samaran "Indonesia Raya". Husni mempunyai seorang istri dan seorang anak perempuan yang
merupakan kemenakannya yang diperlakukannya sebagai anaknya sendiri.
Bang Ni jatuh sakit
Husni adalah seorang pekerja keras. Ia tidak terlalu memikirkan waktu untuk beristirahat. Teman-teman seperjuangannya seperti Dr. Slamet Sudibyo seringkali menyarankan agar ia beristirahat. Tetapi ia selalu menolaknya. Nasehat sahabat-sahabat itu baru diindahkan Husni pada pertengahan Desember 1940. Ia tetirah ke Langsa, Aceh.
Husni tak lama bersitirahat di Priangan, kemudian pada tanggal 28 dan 29 Desember 1940 ia sudah berada di Jogjakarta menghadiri konferensi Parindra, dan menyampaikan pidato.
Sekembalinya dari Jogjakarta, diperkirakan tanggal 31 Desember 1940, Husni masih melakukan kegiatan rapat-rapat di rumahnya untuk persiapan perayaan HUT Parindra di Gedung Gg. Kenari. Rapat yang diadakan di rumahnya di Jl. Sawah Besar No. 32 ini diperkirakan berlangsung tanggal 4 atau 5 Januari 1941. Di dalam rapat inilah Husni sekonyong-konyong muntah-muntah dan panas badannya meninggi. Dr. Kayadu, yang selama ini merawatnya, dipanggil. Menurut keterangan, Husni menderita nierziekte, gangguan ginjal, dan komplikasi jantung.
Dalam keadaan Husni terbaring lemah di tempat tidurnya, pada malam hari Minggu tanggal 6 Januari 1941 Polisi rahasia Belanda datang ke rumahnya. Menggeladah. Ini amat memukul Muhammad Husni Thamrin. Bukan saja Polisi Kolonial itu menggeladah rumah Husni, malah menyatakan Husni sebagai tahanan rumah. Tidak boleh sembarang tamu menjenguknya. Rumahnya pun dijaga polisi. Husni yang dalam keadaan sakit berat, diasingkan di dalam rumahnya sendiri, dan hanya ditemani istri dan anaknya yang setia dan bujangnya bernama Entong. Bahkan Dr. Kayadu pun tidak boleh sembarang waktu mengunjunginya tanpa izin Polisi Belanda, sehingga dokter pejuang ini hanya sempat menitipkan pesan kepada si Entong:
Tong! Jangan tinggalkan Tuan. Pijit-pijitlah kakinya.
Tidak urung penggeladahan rumah Muhammad Husni Thamrin, yang kemudian membawa kewafatannya, menimbulkan prates di dalam
sidang Volksraad tanggal 7 Januari 1941. Tidak tanggung-tanggung prates itu disampaikan ketua Volksraad Mr. Jonkman dalam pidato pembukaan sidang,
Teman-teman anggota yang terhormat,
Pada permulaan sidang umum kita yang terdahulu, yaitu pada tanggal 10 hari bulan ini, saya telah memaklumkan tentang tidak berhadirnya seorang anggota kita yang terhormat Tuan Thamrin, dan permakluman saya itu terpaksa pula saya sudahi dengan perkataan, bahwa kedua alasan dari tidak hadirnya itu (1. berstatus tahanan rumah, 2. sakit, RS) telah melimpahkan bayangan yang tidak enak kepada pembukaan dari persidangan ini.
Ini kalimat sangat terpelajar. Lepas siapa pun yang mengucapkannya. Mr. Jonkman adalah salah satu tokoh penting yang menunggu kedatangan jenasah Husni di pemakaman Karet pada hari Sabtu tanggal 12 Januari 1941.
Pidato Terakhir M. Husni Thamrin
Dua minggu menjelang kewafatannya, M. Husni Thamrin pada tanggal 28 dan 29 Desember 1940 berada di Jogjakarta untuk menghadiri Konferensi Parindra. Ia menyampaikan pidato tanggal 29 Desember 1940. Pidatonya ini ternyata merupakan pidato terakhir seorang jempolan bangsa. Pidato Husni di bawah ini dikutip dari koran Berita Oemoem, Bandung, 31 Desember 1940, dengan ejaan yang disesuaikan.
Kini terasa kerusakan watak dan budi. Di dalam masa moreel dan geesti/ijke onrichting (kekacauan moral dan kejiwaan) ini. Kita harus beriman teguh dan berhati sentausa. Persatuan harus kita pegang teguh, perselisihan harus dijauhi.
Perselisihan dan critiek memang tidak dapat disingkiri. Tetapi kita tidak boleh menajamkan perselisihan itu dan melayani critiek yang hanya memecah belah persatuan kita.
Tetaplah percaya pada diri kita sendiri. Meskipun ada critiek (kritik) sesehat-sehatnya, kita harus tetap bersatu, kepercayaan kita jangan menjadi goncang.
Pula jangan berputus asa. Meskipun aksi Indonesia Berparlemen telah ditolak Violksraad, tetapi jangan berputus asa. Jalannya dunia berputar. Sejarah menunjukkan ini.
Kita tidak tahu apa yang akan terjadi. Aksi kita harus berdasar kepercayaan dan persatuan kita. Kita musti percaya, musti yakin, bahwa cita-cita kita kelak kemudian hari akan tercapai, jika kita tidak putus asa, dan bekerja terus. Memang tidak ada sesuatu cita-cita yang dapat tercapai seketika. Musti berangsur-angsur.
Buat bekal perjalanan kita di tahun depan, saya memajukan tiga
putusan:
Jangan putus asa
Jangan goncang kepercayaan
Bersatu dan berjalan terus
Saudara-saudara
Di dalam negeri kita mengalami Staat Oorlog van Beleg (SOB, negara dalam keadaan darurat perang) ini, kita harus berhati-hati dalam gerak-gerik kita.
Segala tindak harus dimasak dengan tenang sadar. Segala perkataan harus dijaga jangan sampai tersesat.
Dalam tahun 1939 saya berpesan agar Parindra dapat mencapai anggota 10.000. Dalam tahun 1940 itu la h zaman konsolidasi kita. Dalam tahun 1941 saya berpesan supaya Parindra dapat mencapai jumlah anggota 25.000.
Di mata Belanda, pidato Thamrin amat berbahaya: penggalangan kekuatan. Penggeladahan rumahnya kemudian, yang merupakan teka-teki sejarah apa motifnya, dari pidato ini jelas motif penggeladahan: intimidasi kepada Thamrin.
Penggeladahan, penetapan status sebagai tahanan rumah, pemutusan hubungan telpon, penjagaan polisi di rumah Husni, adalah sebuah operasi intelejen yang dirancang Belanda dengan matang dalam rangka "menyingkirkan" Bang Ni.
Sepak Terjang Bang Ni
Pada tahun 1907 Wedana Thamrin Thabri bersama wartawan bekend Tirto Adhisuryo mendirikan organisasi Sarekat Priyayi (SP).
SP merupakan cikal bakal Sarekat Dagang Islam (SDI) yang berdiri di Bogor pada tahun 1909. SDI kemudian pada tahun 1911 berganti nama menjadi Sarekat Islam.
Di kawasan tempat tinggalnya di Gg. Wedana, Thamrin Thabri mendirikan mesjid. Tak diketahui dengan pasti kapan berdirinya mesjid ini, tetapi pemugarannya yang pertama terjadi pada tahun 1926. Sejak itu mesjid diberi nama An Nur.
Masih dalam usia remaja, putra ke-3 Wedana Thamrin Thabri dengan mengayuh sepeda merek Simoplex pergi mengunjungi rumah-rumah orang politik seperti Van der Zee dan Douwes Dekker.
Sebagai anak Betawi, Bang Ni menaruh minat besar pada persoalan sosial yang menimpa orang Betawi. Misalnya saja masalah banjir. Ketika Bang Ni menjadi anggota Kies Vereeniging, ia mempersoalkan masalah banjir dan mengusulkan agar melebarkan kanal-kanal Ciliwung dan memperbanyak cabang-cabangnya.
M. Rochyani Su'ud yang lahir di Jakarta pada tanggal 1 November 1906 adalah wakil Pemuda Kaum Betawi dalam kepanitiaan Kongres Pemuda II 27-28 Oktober 1928. Ia juga ikut menandatangani Sumpah Pemuda yang bersejarah itu. Rochyani menuliskan kenang-kenangannya tentang organisasi Pemuda Kaum Betawi,
Pemuda Kaum Betawididirikan pada permulaan tahun 1927oleh pemuda-pemuda Betawi yang merasa pada waktu itu terkebelakang dibanding pemuda-pemuda daerah lain. Pada saat itu juga pemuda kaum Betawi
mempunyai dasar kebangsaan, akan tetapi sudah tidak kedaerahan. Pemuda Betawi membuka pintu bagi semua pemuda Indonesia, bahkan di antara anggota pengurus ada yang bukan dinamakan Betawi asli. Bahasa yang digunakan dalam rapat-rapat ialah bahasa Indonesia. Karena memang sesuai dengan keadaan pada waktu itu. Pemuda Kaum Betawi setelah menerima undangan dari Panitia Kongres Pemuda II, dalam rapat anggotanya yang diadakan khusus bagi acara itu, memutuskan menyetujui diadakan Kongres Pemuda II, dan akan turut aktif.
Rochyani Su'ud yang pada waktu itu menjabatsekretarisditunjuk sebagai wakil Pemuda Kaum Betawi, guna duduk dalam Panitia Kongres Pemuda II.
Pemuda Kaum Betawi menganjurkan agar anggota-anggotanya yang telah dewasa bergabung dalam Perkumpulan Kaum Betawi. Rochyani Suud sendiri selanjutnya ditugaskan mendampingi M. Husni Thamrin dalam perjuangannya dalam Kaum Betawi dan badan-badan lainnya.
Tidak gampang pada zaman dulu mencari tempat untuk pertemuan pemuda. Para pemuda Jong Islamieten Bond sering menggunakan rumah Piatu Muslim di Gang Secang. Orang-orang Boedi Oetomo kadang-kadang menggunakan ruang kelas yang sedang tidak dipakai belajar. Keadaan ini menjadi beban pikiran Bang Ni.
Adalah sebuah rumah pemotongan hewan yang dibangun pada awal abad XX terletak di Gg. Kenari II No. 15 milik Mijnheer de Haas. Bang Ni tertarik membeli rumah tersebut guna dijadikan Balai Pertemuan. Menurut catatan Direktorat Agraria DKI Jakarta, bangunan dan tanah tersebut berasal dari perponding No. 14.720 berdasar surat ukur tanggal 13 Juli 1907 No. 236.
Tanah seluas 3600 meter persegi berikut bangunan di atasnya dibeli Bang Ni dengan surat hak tanah tertanggal 12 Maret 1929 No. 336. Bang Ni kemudian merombak bangunan bekas rumah potong hewan itu menjadi Balai Pertemuan.
Sebagai anggota Gementeraad, sepak terjang Bang Ni amat mengesankan kaum pergerakan. Pada tahun 1927 ada satu seat Volksraad yang kosong yang perlu diisi. Seat itu semula ditawarkan kepada HOS Tjokroaminoto, tetapi yang bersangkutan menolak. Gubernur De Graaf menawarkan kepada Dr. Soetomo, pun Dr. Soetomo menolak. Akhirnya dibentuk panitia pemilihan di bawah pimpinan Dr. Sardjito.
Panitia Sardjito memilih M. Husni Thamrin dan mengusulkan pilihannya itu kepada De Graafd, dan disetujui. Pada tanggal 16 Mei 1927 M. Husni Thamrin dilantik sebagai anggota Volksraad.
Pada tahun 1930 Thamrin ikut membentuk fraksi Nationaal Fractie di Volksraad bersama teman-temannya antara lain Koesoemo Oetojo, M. Soeangkoepon, Otto Iskandar Dinata, Dwidjosewojo, Datoek Kajo, Nyak Arief, Pangeran Ali, dan Mochtar Praboenagoro.
SepakterjangM. Husni Thamrin diVolkraad memang sangat mengesankan. Seperti diketahui Belanda mengeluarkan Koeli Ordonantie. Berdasarkan ordonantie itu Belanda mendatangkan pekerja kebun dari Jawa ke Sumatra Timur. Ternyata keadaan mereka amat menyedihkan. Berangkatlah Thamrin dan Koesoemo Oetojo selaku missi pencari fakta.
Laporan Thamrin di Volksraad menggegerkan pers Eropa dan dikutip secara luas oleh pers Amerika. Akibatnya, di Amerika timbul kampanye boikot Tembakau Deli.
Pada tahun 1938 Thamrin berpidato di Volksraad menjelaskan posisi fraksinya yaitu menuntut kemerdekaan Indonesia guna mencapai masyarakat Indonesia yang sempurna dan pemerintah yang sebaik-baiknya. Di dalam jubilium nummer (1908-1938) Indonesia terbitan Perhimpoenan Indonesia, Leiden-Nederland, M. Husni Thamrin menulis tentang Nationaal Fractie, antara lain:
Tidak dapat disangsikan lagi bahwa Fraksi Nasional dalam Volksraad merupakan penggolongan politik yang harus diperhatikan. Dalam ayat 1 dan 2 Anggaran Dasar dinyatakan, Fraksi Nasional dalam Volksraad
bertujuan untuk mencapai kemerdekaan Indonesia secepat mungkin, dan Fraksi Nasional mencapai tujuannya cara mendorong perubahan politik, menuntut penghapusan segala perbedaan politik, ekonomi, dan intelektual, serta menggunakan segala ikhtiaryang dipandang sah untuk maksud tersebut.
Pada tahun 1935, atas sokongan Boedi Oetomo, Thamrin terpilih lagi sebagai anggota Volksraad meakilio residensi Jawa Barat dimana Batavia termasuk. Pada tahun ini juga Boedi Oetomo, Persatoean Bangsa Indonesia, Perkoempulan Kaoem Betawi, Sarekat Celebes, Sarekat Soematera, Sarekat Ambon, dan Tirtayasa membentuk Partai Indonesia Raya, Parindra. Pada tahun 1939 Thamrin terpilih lagi sebagai angggota Volksraad, kali ini mewakili Parindra.
Thamrin bersama Dr. Ratulangi dan Mr. Syamsudin membentuk federasi GAPI, Gabungan Politik Indonesia yang beranggotakan tujuh partai politik.
Kok Tuan tidak lagi bersuara?
Pada bulan Februari 1940 Husni Thamrin berpidato di Cirebon dalam sebuah rapat umum yang diadakan Parindra. Situasi pada saat itu benar-benar peka karena pasukan Jerman di Eropa telah merangsek maju mencaplok negara-negara tetangganya. Bahkan pada akhirnya negeri Belanda sendiri ditelan pasukan Hitler. Pemerintah Kerajaan Belanda mengungsi ke Inggris.
Dalam pidatonya, Bang Ni kembali mengulangi tuntutan kaum pergerakan yaitu Indonesia oleh Belanda dinyatakannya sebagai surat. Padahal ini catatan yang tidak pernah disiarkan.
Husni Thamrin dikenakan tahanan rumah, sedangkan Douwes Dekker dipenjara.
Soekardjo Wirjopranoto sebagai anggota Volksraad mengajukan interpelasi berhubung dengan penahanan Thamrin. Dalam interpelasi itu Sukardjo meminta penjelasan perihal penggeladahan, pengawasan polisi, dan penahanan rumah atas diri Thamrin.
Drossaers, selaku pejabat Binnenlands Bestuur menjawab, Pemerintah menemukan sepucuk surat yang di dalamnya Tuan Thamrin mengkualifikasikan larinya pemerintah Kerajaan Belanda ke London sebagai memuakkan dan pengecut.
Drossaers juga menjelaskan tentang ditemukannya di rumah Thamrin laporan ekonomi yang ditulis Douwes Dekker atas permintaan Sato. Laporan mana menyebut perbuatan Belanda di daerah-daerah sebagai penindasan dan pemerasan.
Rumah di Jalan Sawah Besar No. 32 sudah beberapa hari sepi. Tempat penggergajian kayu A Hong yang terletak di seberang rumah itu tampak mengendur kegiatannya. Para kuli tak terdengar berteriak-teriak rambate rata hayu menurunkan log dari truk. Ustin, oplet, Senen-Kota, tidak mengetem depan rumah itu. Penumpang turun dan naik tidak di depan rumah tersebut. Pangkalan becak di perapatan Pecenongan juga sepi dari. tawa tukang-tukang becak yang menongkrong di tukang kopi dan kue pancong Mas Kemplu.
Betawi berduka, jagat Nusantara berduka. Semua orang, termasuk Ketua Volksraad Mr. Jonkman membicarakan penggeladahan rumah Husni Thamrin yang sedang sakit. Rumah di Sawah Besar itu sepi dari tamu, dari orang pergerakan, dari jago-jago Betawi, dari jempolan Parindra, karena mereka dilarang Belanda berkunjung ke tempat itu. Di rumah itu terbaring Husni yang hanya ditemani istri dan anaknya serta si Entong.
Kemis malam tanggal 10 Januari 1941 mendadak temperatur Husni meninggi. Nyonya Thamrin berusaha menghubungi Dr. Kayadu. Dr. Kayadu baru bisa datang dini hari pukul 02.30. Prosedur polisi memang berbelit-belit.
Dr Kayadu langsung masuk ke kamar Husni. Di situ ada si Entong yang langsung berdiri di tepi tempat tidur melihat kedatangan Dr. Kayadu. Nyonya Thamrin dan putrinya menangis terus-menerus di ruang tengah. Dr. Kayadu di kamar Husni hingga pukul 03.00. Ia lalu meninggalkan rumah di Sawah Besar No. 32.
Sepeninggal Dr. Kayadu, Entong duduk di tepi tempat tidur sambil memijit-mijit kaki Tuannya. Tiba-tiba Husni bangkit dari posisi rebah dan mengeluarkan busa dari mulutnya. Entong melap busa itu dengan selampe. Husni kemudian mengeluarkan kata-kata yang tak dapat dimengerti Entong. Entong pergi ke ruang belakang menemui Nyonya dan putrinya yang sedang menangis.
Entong mengatakan dia mau buang hajat sebentar. Nyonya Thamrin dan putrinya masuk ke kamar dan memeluk suaminya. Tak lama Entong muncul. Nyonya Thamrin berkata pada Entong, Kok Tuan tidak lagi bersuara?
Semua bingung. Mereka tak tahu apa gerangan yang terjadi dengan diri Muhamad Husni Thamrin. Entong menatap Tuannya dengan cermat. Persis pukul 04.00 Entong memastikan bahwa Tuannya telah berpulang. Nyonya Thamrin dan putrinya menangis sejadi-jadinya di sebelah jenasah Thamrin. Entong dengan sigap meminta izin pada polisi Belanda yang menjaga rumah Thamrin bahwa ia akan pergi ke Drossaerweg (Asem Reges) menemui saudara Tuannya yang perempuan (Siti Sarah). Entong berpesan kepada tukang kebon agar menjaga rumah dengan baik.
Setibanya Entong di rumah Siti Sarah yang terletak di ujung timur Gang Arab terdengar suara terehim dari mesigit Gg. Wedana yang didirikan Wedana Thamrin bin Thabri. Ya arhama rahimiiin irhamnaaa....
Segera berita kewafatan pendekar bangsa Muhammad Husni Thamrin merambah jagat Nusantara. Radio Nirom ikut menyiarkan. Para pelayat ribuan datang ke rumah Thamrin. Polisi Belanda dengan dungu menyaksikan itu. Mereka tidak lagi melarang orang berkunjung ke rumah Husni yang sudah almarhum.
Muhamad Husni Thamrin wafat pada hari Jum'at tanggal 11 Januari 1941 pukul 04.00 dalam status sebagai tahanan rumah.
Kalimat yang ringkas, puitis, dan penuh makna: Menyertai Thamrin, seorang besar kita yang berpulang.
Ini hanya satu dari lebih 300 kawatduka cita yang datang sampai dengan petang hari tanggal 11 Januari. Kawat-kawat itu datang dari pelosok tanah air dan dunia, antara lain Mesir dan Singapura. Pelajar Indonesia di Filipina mengirim kawat via Dr Ratulangi yang bunyinya, Deaths Thamrin irrepable loss. Extend condoleance bereaver family. Kewafatan Thamrin adalah kehilangan yang tak terhindarkan. Sampaikan duka cita kepada keluarga yang tabah.
Semula pihak keluarga merencanakan pemakaman Muhammad Husni Thamrin sore hari tanggal 11 Januari 1941, tetapi pihak Parindra meminta agar dapat ditunda keesokan harinya karena banyak tokoh Parindra dari luar kota yang menyatakan ingin menghadiri pemakaman.
Memang para pelayat membanjiri rumah duka. Bahkan dari Solo datang dengan mencharter autobus. Dr. A.K. Gani, Prof. Hussein Djajadiningrat, dan Mr. Sartono berada di antara sejumlah tokoh yang tampak di rumah duka. Tokoh muda Islam M. Natsir, yang kemudian hari menjadi Perdana Menteri RI, datang dari Bandung dan berada di kancah Harmoni bersama rakyat untuk melepas kepergian Muhammad Husni Thamrin.
Saudara-saudara sekalian. Saya membilang diperbanyak terima kasih yang saudara-saudara telah memerlukan datang kemari darijauh untuk menunjukkan kecintaan saudara-saudara kepadaku dan terutama kepada suamiku yang sekarang sudah meninggal.
Jenasah diberangkatkan pukul 09.00 hari Sabtu tanggal 12 Januari 1941 dari rumah duka ke langgar Gg. Lere di dekat bioskop Alhambra untuk disembahyangkan. Setelah itu dibawa kembali ke depan rumah duka dan langsung dimasukkan ke dalam kereta jenazah. Jalan Sawah Besar penuh sesak. Lalu lintas berhenti total termasuk trem Lijn 3 dari Mester ke Kota. Semua organisasi kepanduan mendahului prosesi dengan membawa karangan bunga 70 buah banyaknya. Sesudah itu disusul kereta jenazah.
Di sepanjang jalan Sawah Besar, lalu Molenvliet Oost (Hayam Wuruk), Harmoni, Tenabang, sampai Karet berjubelan rakyat ingin melepas kepergian Muhammad Husni Thamrin. Di Karet sendiri tidak kurang dari 20.000 orang menghadiri pemakaman.
Jenazah almarhum "ditanam" bersebelahan dengan makam ayahnya Thamrin bin Thabri yang wafat pada tanggal 26 Mei 1923. Talqin dibacakan oleh Habib Ali Alhabsyi Kwitang.
Darjono yang mewakili PB Parindra, karena KA yang membawa Dr. Woerjaningrat dari Jawa terlambat masuk Batavia, dalam pidato kuburnya mengatakan,
Suara dan usaha saudara dalam gedung Volksraad, tetap menjadi buah kenangan rakyat. Dengan singkat, pekerjaan amal saudara di atas dunia akan kami peringati selama-lamanya, dan ada kepercayaan yang amal saudara itu menjadi tongkat dalam perjalanan saudara dalam mengunjungi Tuhan yang Mana Esa.
Dr. A.K. Gani dalam pidato kubur mengatakan,
Abang Thamrin, saya atas nama GAPI, Gabungan Partai Politik Indonesia, dengan ini menyatakan kata perpisahan. Suatu kejadian yang sedih kini terjadi berhubung dengan meninggalnya saudara. Sebagai anak Indonesia dan sebagai seorang Nasional, nama saudara akan tercantum dalam riwayat. Mudah-mudahan sepeninggal saudara, seperti dulu, sekarang, dan kemudian, semboyan patah tumbuh hilang berganti tetap ada pada kami. Dan Abang Thamrin, sebagai penutup saya sampaikan, sampai bertemu di akhirat nanti.
Husni adalah seorang pekerja keras. Ia tidak terlalu memikirkan waktu untuk beristirahat. Teman-teman seperjuangannya seperti Dr. Slamet Sudibyo seringkali menyarankan agar ia beristirahat. Tetapi ia selalu menolaknya. Nasehat sahabat-sahabat itu baru diindahkan Husni pada pertengahan Desember 1940. Ia tetirah ke Langsa, Aceh.
Husni tak lama bersitirahat di Priangan, kemudian pada tanggal 28 dan 29 Desember 1940 ia sudah berada di Jogjakarta menghadiri konferensi Parindra, dan menyampaikan pidato.
Sekembalinya dari Jogjakarta, diperkirakan tanggal 31 Desember 1940, Husni masih melakukan kegiatan rapat-rapat di rumahnya untuk persiapan perayaan HUT Parindra di Gedung Gg. Kenari. Rapat yang diadakan di rumahnya di Jl. Sawah Besar No. 32 ini diperkirakan berlangsung tanggal 4 atau 5 Januari 1941. Di dalam rapat inilah Husni sekonyong-konyong muntah-muntah dan panas badannya meninggi. Dr. Kayadu, yang selama ini merawatnya, dipanggil. Menurut keterangan, Husni menderita nierziekte, gangguan ginjal, dan komplikasi jantung.
Dalam keadaan Husni terbaring lemah di tempat tidurnya, pada malam hari Minggu tanggal 6 Januari 1941 Polisi rahasia Belanda datang ke rumahnya. Menggeladah. Ini amat memukul Muhammad Husni Thamrin. Bukan saja Polisi Kolonial itu menggeladah rumah Husni, malah menyatakan Husni sebagai tahanan rumah. Tidak boleh sembarang tamu menjenguknya. Rumahnya pun dijaga polisi. Husni yang dalam keadaan sakit berat, diasingkan di dalam rumahnya sendiri, dan hanya ditemani istri dan anaknya yang setia dan bujangnya bernama Entong. Bahkan Dr. Kayadu pun tidak boleh sembarang waktu mengunjunginya tanpa izin Polisi Belanda, sehingga dokter pejuang ini hanya sempat menitipkan pesan kepada si Entong:
Tong! Jangan tinggalkan Tuan. Pijit-pijitlah kakinya.
Tidak urung penggeladahan rumah Muhammad Husni Thamrin, yang kemudian membawa kewafatannya, menimbulkan prates di dalam
sidang Volksraad tanggal 7 Januari 1941. Tidak tanggung-tanggung prates itu disampaikan ketua Volksraad Mr. Jonkman dalam pidato pembukaan sidang,
Teman-teman anggota yang terhormat,
Pada permulaan sidang umum kita yang terdahulu, yaitu pada tanggal 10 hari bulan ini, saya telah memaklumkan tentang tidak berhadirnya seorang anggota kita yang terhormat Tuan Thamrin, dan permakluman saya itu terpaksa pula saya sudahi dengan perkataan, bahwa kedua alasan dari tidak hadirnya itu (1. berstatus tahanan rumah, 2. sakit, RS) telah melimpahkan bayangan yang tidak enak kepada pembukaan dari persidangan ini.
Ini kalimat sangat terpelajar. Lepas siapa pun yang mengucapkannya. Mr. Jonkman adalah salah satu tokoh penting yang menunggu kedatangan jenasah Husni di pemakaman Karet pada hari Sabtu tanggal 12 Januari 1941.
Pidato Terakhir M. Husni Thamrin
Dua minggu menjelang kewafatannya, M. Husni Thamrin pada tanggal 28 dan 29 Desember 1940 berada di Jogjakarta untuk menghadiri Konferensi Parindra. Ia menyampaikan pidato tanggal 29 Desember 1940. Pidatonya ini ternyata merupakan pidato terakhir seorang jempolan bangsa. Pidato Husni di bawah ini dikutip dari koran Berita Oemoem, Bandung, 31 Desember 1940, dengan ejaan yang disesuaikan.
Kini terasa kerusakan watak dan budi. Di dalam masa moreel dan geesti/ijke onrichting (kekacauan moral dan kejiwaan) ini. Kita harus beriman teguh dan berhati sentausa. Persatuan harus kita pegang teguh, perselisihan harus dijauhi.
Perselisihan dan critiek memang tidak dapat disingkiri. Tetapi kita tidak boleh menajamkan perselisihan itu dan melayani critiek yang hanya memecah belah persatuan kita.
Tetaplah percaya pada diri kita sendiri. Meskipun ada critiek (kritik) sesehat-sehatnya, kita harus tetap bersatu, kepercayaan kita jangan menjadi goncang.
Pula jangan berputus asa. Meskipun aksi Indonesia Berparlemen telah ditolak Violksraad, tetapi jangan berputus asa. Jalannya dunia berputar. Sejarah menunjukkan ini.
Kita tidak tahu apa yang akan terjadi. Aksi kita harus berdasar kepercayaan dan persatuan kita. Kita musti percaya, musti yakin, bahwa cita-cita kita kelak kemudian hari akan tercapai, jika kita tidak putus asa, dan bekerja terus. Memang tidak ada sesuatu cita-cita yang dapat tercapai seketika. Musti berangsur-angsur.
Buat bekal perjalanan kita di tahun depan, saya memajukan tiga
putusan:
Jangan putus asa
Jangan goncang kepercayaan
Bersatu dan berjalan terus
Saudara-saudara
Di dalam negeri kita mengalami Staat Oorlog van Beleg (SOB, negara dalam keadaan darurat perang) ini, kita harus berhati-hati dalam gerak-gerik kita.
Segala tindak harus dimasak dengan tenang sadar. Segala perkataan harus dijaga jangan sampai tersesat.
Dalam tahun 1939 saya berpesan agar Parindra dapat mencapai anggota 10.000. Dalam tahun 1940 itu la h zaman konsolidasi kita. Dalam tahun 1941 saya berpesan supaya Parindra dapat mencapai jumlah anggota 25.000.
Di mata Belanda, pidato Thamrin amat berbahaya: penggalangan kekuatan. Penggeladahan rumahnya kemudian, yang merupakan teka-teki sejarah apa motifnya, dari pidato ini jelas motif penggeladahan: intimidasi kepada Thamrin.
Penggeladahan, penetapan status sebagai tahanan rumah, pemutusan hubungan telpon, penjagaan polisi di rumah Husni, adalah sebuah operasi intelejen yang dirancang Belanda dengan matang dalam rangka "menyingkirkan" Bang Ni.
Sepak Terjang Bang Ni
Pada tahun 1907 Wedana Thamrin Thabri bersama wartawan bekend Tirto Adhisuryo mendirikan organisasi Sarekat Priyayi (SP).
SP merupakan cikal bakal Sarekat Dagang Islam (SDI) yang berdiri di Bogor pada tahun 1909. SDI kemudian pada tahun 1911 berganti nama menjadi Sarekat Islam.
Di kawasan tempat tinggalnya di Gg. Wedana, Thamrin Thabri mendirikan mesjid. Tak diketahui dengan pasti kapan berdirinya mesjid ini, tetapi pemugarannya yang pertama terjadi pada tahun 1926. Sejak itu mesjid diberi nama An Nur.
Masih dalam usia remaja, putra ke-3 Wedana Thamrin Thabri dengan mengayuh sepeda merek Simoplex pergi mengunjungi rumah-rumah orang politik seperti Van der Zee dan Douwes Dekker.
Sebagai anak Betawi, Bang Ni menaruh minat besar pada persoalan sosial yang menimpa orang Betawi. Misalnya saja masalah banjir. Ketika Bang Ni menjadi anggota Kies Vereeniging, ia mempersoalkan masalah banjir dan mengusulkan agar melebarkan kanal-kanal Ciliwung dan memperbanyak cabang-cabangnya.
M. Rochyani Su'ud yang lahir di Jakarta pada tanggal 1 November 1906 adalah wakil Pemuda Kaum Betawi dalam kepanitiaan Kongres Pemuda II 27-28 Oktober 1928. Ia juga ikut menandatangani Sumpah Pemuda yang bersejarah itu. Rochyani menuliskan kenang-kenangannya tentang organisasi Pemuda Kaum Betawi,
Pemuda Kaum Betawididirikan pada permulaan tahun 1927oleh pemuda-pemuda Betawi yang merasa pada waktu itu terkebelakang dibanding pemuda-pemuda daerah lain. Pada saat itu juga pemuda kaum Betawi
mempunyai dasar kebangsaan, akan tetapi sudah tidak kedaerahan. Pemuda Betawi membuka pintu bagi semua pemuda Indonesia, bahkan di antara anggota pengurus ada yang bukan dinamakan Betawi asli. Bahasa yang digunakan dalam rapat-rapat ialah bahasa Indonesia. Karena memang sesuai dengan keadaan pada waktu itu. Pemuda Kaum Betawi setelah menerima undangan dari Panitia Kongres Pemuda II, dalam rapat anggotanya yang diadakan khusus bagi acara itu, memutuskan menyetujui diadakan Kongres Pemuda II, dan akan turut aktif.
Rochyani Su'ud yang pada waktu itu menjabatsekretarisditunjuk sebagai wakil Pemuda Kaum Betawi, guna duduk dalam Panitia Kongres Pemuda II.
Pemuda Kaum Betawi menganjurkan agar anggota-anggotanya yang telah dewasa bergabung dalam Perkumpulan Kaum Betawi. Rochyani Suud sendiri selanjutnya ditugaskan mendampingi M. Husni Thamrin dalam perjuangannya dalam Kaum Betawi dan badan-badan lainnya.
Gedung Gang Kenari
Tidak gampang pada zaman dulu mencari tempat untuk pertemuan pemuda. Para pemuda Jong Islamieten Bond sering menggunakan rumah Piatu Muslim di Gang Secang. Orang-orang Boedi Oetomo kadang-kadang menggunakan ruang kelas yang sedang tidak dipakai belajar. Keadaan ini menjadi beban pikiran Bang Ni.
Adalah sebuah rumah pemotongan hewan yang dibangun pada awal abad XX terletak di Gg. Kenari II No. 15 milik Mijnheer de Haas. Bang Ni tertarik membeli rumah tersebut guna dijadikan Balai Pertemuan. Menurut catatan Direktorat Agraria DKI Jakarta, bangunan dan tanah tersebut berasal dari perponding No. 14.720 berdasar surat ukur tanggal 13 Juli 1907 No. 236.
Tanah seluas 3600 meter persegi berikut bangunan di atasnya dibeli Bang Ni dengan surat hak tanah tertanggal 12 Maret 1929 No. 336. Bang Ni kemudian merombak bangunan bekas rumah potong hewan itu menjadi Balai Pertemuan.
Sebagai anggota Gementeraad, sepak terjang Bang Ni amat mengesankan kaum pergerakan. Pada tahun 1927 ada satu seat Volksraad yang kosong yang perlu diisi. Seat itu semula ditawarkan kepada HOS Tjokroaminoto, tetapi yang bersangkutan menolak. Gubernur De Graaf menawarkan kepada Dr. Soetomo, pun Dr. Soetomo menolak. Akhirnya dibentuk panitia pemilihan di bawah pimpinan Dr. Sardjito.
Panitia Sardjito memilih M. Husni Thamrin dan mengusulkan pilihannya itu kepada De Graafd, dan disetujui. Pada tanggal 16 Mei 1927 M. Husni Thamrin dilantik sebagai anggota Volksraad.
Pada tahun 1930 Thamrin ikut membentuk fraksi Nationaal Fractie di Volksraad bersama teman-temannya antara lain Koesoemo Oetojo, M. Soeangkoepon, Otto Iskandar Dinata, Dwidjosewojo, Datoek Kajo, Nyak Arief, Pangeran Ali, dan Mochtar Praboenagoro.
SepakterjangM. Husni Thamrin diVolkraad memang sangat mengesankan. Seperti diketahui Belanda mengeluarkan Koeli Ordonantie. Berdasarkan ordonantie itu Belanda mendatangkan pekerja kebun dari Jawa ke Sumatra Timur. Ternyata keadaan mereka amat menyedihkan. Berangkatlah Thamrin dan Koesoemo Oetojo selaku missi pencari fakta.
Laporan Thamrin di Volksraad menggegerkan pers Eropa dan dikutip secara luas oleh pers Amerika. Akibatnya, di Amerika timbul kampanye boikot Tembakau Deli.
Pada tahun 1938 Thamrin berpidato di Volksraad menjelaskan posisi fraksinya yaitu menuntut kemerdekaan Indonesia guna mencapai masyarakat Indonesia yang sempurna dan pemerintah yang sebaik-baiknya. Di dalam jubilium nummer (1908-1938) Indonesia terbitan Perhimpoenan Indonesia, Leiden-Nederland, M. Husni Thamrin menulis tentang Nationaal Fractie, antara lain:
Tidak dapat disangsikan lagi bahwa Fraksi Nasional dalam Volksraad merupakan penggolongan politik yang harus diperhatikan. Dalam ayat 1 dan 2 Anggaran Dasar dinyatakan, Fraksi Nasional dalam Volksraad
bertujuan untuk mencapai kemerdekaan Indonesia secepat mungkin, dan Fraksi Nasional mencapai tujuannya cara mendorong perubahan politik, menuntut penghapusan segala perbedaan politik, ekonomi, dan intelektual, serta menggunakan segala ikhtiaryang dipandang sah untuk maksud tersebut.
Pada tahun 1935, atas sokongan Boedi Oetomo, Thamrin terpilih lagi sebagai anggota Volksraad meakilio residensi Jawa Barat dimana Batavia termasuk. Pada tahun ini juga Boedi Oetomo, Persatoean Bangsa Indonesia, Perkoempulan Kaoem Betawi, Sarekat Celebes, Sarekat Soematera, Sarekat Ambon, dan Tirtayasa membentuk Partai Indonesia Raya, Parindra. Pada tahun 1939 Thamrin terpilih lagi sebagai angggota Volksraad, kali ini mewakili Parindra.
Thamrin bersama Dr. Ratulangi dan Mr. Syamsudin membentuk federasi GAPI, Gabungan Politik Indonesia yang beranggotakan tujuh partai politik.
Kok Tuan tidak lagi bersuara?
Pada bulan Februari 1940 Husni Thamrin berpidato di Cirebon dalam sebuah rapat umum yang diadakan Parindra. Situasi pada saat itu benar-benar peka karena pasukan Jerman di Eropa telah merangsek maju mencaplok negara-negara tetangganya. Bahkan pada akhirnya negeri Belanda sendiri ditelan pasukan Hitler. Pemerintah Kerajaan Belanda mengungsi ke Inggris.
Dalam pidatonya, Bang Ni kembali mengulangi tuntutan kaum pergerakan yaitu Indonesia oleh Belanda dinyatakannya sebagai surat. Padahal ini catatan yang tidak pernah disiarkan.
Husni Thamrin dikenakan tahanan rumah, sedangkan Douwes Dekker dipenjara.
Soekardjo Wirjopranoto sebagai anggota Volksraad mengajukan interpelasi berhubung dengan penahanan Thamrin. Dalam interpelasi itu Sukardjo meminta penjelasan perihal penggeladahan, pengawasan polisi, dan penahanan rumah atas diri Thamrin.
Drossaers, selaku pejabat Binnenlands Bestuur menjawab, Pemerintah menemukan sepucuk surat yang di dalamnya Tuan Thamrin mengkualifikasikan larinya pemerintah Kerajaan Belanda ke London sebagai memuakkan dan pengecut.
Drossaers juga menjelaskan tentang ditemukannya di rumah Thamrin laporan ekonomi yang ditulis Douwes Dekker atas permintaan Sato. Laporan mana menyebut perbuatan Belanda di daerah-daerah sebagai penindasan dan pemerasan.
Rumah di Jalan Sawah Besar No. 32 sudah beberapa hari sepi. Tempat penggergajian kayu A Hong yang terletak di seberang rumah itu tampak mengendur kegiatannya. Para kuli tak terdengar berteriak-teriak rambate rata hayu menurunkan log dari truk. Ustin, oplet, Senen-Kota, tidak mengetem depan rumah itu. Penumpang turun dan naik tidak di depan rumah tersebut. Pangkalan becak di perapatan Pecenongan juga sepi dari. tawa tukang-tukang becak yang menongkrong di tukang kopi dan kue pancong Mas Kemplu.
Betawi berduka, jagat Nusantara berduka. Semua orang, termasuk Ketua Volksraad Mr. Jonkman membicarakan penggeladahan rumah Husni Thamrin yang sedang sakit. Rumah di Sawah Besar itu sepi dari tamu, dari orang pergerakan, dari jago-jago Betawi, dari jempolan Parindra, karena mereka dilarang Belanda berkunjung ke tempat itu. Di rumah itu terbaring Husni yang hanya ditemani istri dan anaknya serta si Entong.
Kemis malam tanggal 10 Januari 1941 mendadak temperatur Husni meninggi. Nyonya Thamrin berusaha menghubungi Dr. Kayadu. Dr. Kayadu baru bisa datang dini hari pukul 02.30. Prosedur polisi memang berbelit-belit.
Dr Kayadu langsung masuk ke kamar Husni. Di situ ada si Entong yang langsung berdiri di tepi tempat tidur melihat kedatangan Dr. Kayadu. Nyonya Thamrin dan putrinya menangis terus-menerus di ruang tengah. Dr. Kayadu di kamar Husni hingga pukul 03.00. Ia lalu meninggalkan rumah di Sawah Besar No. 32.
Sepeninggal Dr. Kayadu, Entong duduk di tepi tempat tidur sambil memijit-mijit kaki Tuannya. Tiba-tiba Husni bangkit dari posisi rebah dan mengeluarkan busa dari mulutnya. Entong melap busa itu dengan selampe. Husni kemudian mengeluarkan kata-kata yang tak dapat dimengerti Entong. Entong pergi ke ruang belakang menemui Nyonya dan putrinya yang sedang menangis.
Entong mengatakan dia mau buang hajat sebentar. Nyonya Thamrin dan putrinya masuk ke kamar dan memeluk suaminya. Tak lama Entong muncul. Nyonya Thamrin berkata pada Entong, Kok Tuan tidak lagi bersuara?
Semua bingung. Mereka tak tahu apa gerangan yang terjadi dengan diri Muhamad Husni Thamrin. Entong menatap Tuannya dengan cermat. Persis pukul 04.00 Entong memastikan bahwa Tuannya telah berpulang. Nyonya Thamrin dan putrinya menangis sejadi-jadinya di sebelah jenasah Thamrin. Entong dengan sigap meminta izin pada polisi Belanda yang menjaga rumah Thamrin bahwa ia akan pergi ke Drossaerweg (Asem Reges) menemui saudara Tuannya yang perempuan (Siti Sarah). Entong berpesan kepada tukang kebon agar menjaga rumah dengan baik.
Setibanya Entong di rumah Siti Sarah yang terletak di ujung timur Gang Arab terdengar suara terehim dari mesigit Gg. Wedana yang didirikan Wedana Thamrin bin Thabri. Ya arhama rahimiiin irhamnaaa....
Segera berita kewafatan pendekar bangsa Muhammad Husni Thamrin merambah jagat Nusantara. Radio Nirom ikut menyiarkan. Para pelayat ribuan datang ke rumah Thamrin. Polisi Belanda dengan dungu menyaksikan itu. Mereka tidak lagi melarang orang berkunjung ke rumah Husni yang sudah almarhum.
Muhamad Husni Thamrin wafat pada hari Jum'at tanggal 11 Januari 1941 pukul 04.00 dalam status sebagai tahanan rumah.
Telegram Bung Karno
Met Thamrin een onze grootsten heengegaan. Demikian bunyi kawat yang dikirim Ir. Soekarno dari tempat pembuangannya di Bengkulu.Kalimat yang ringkas, puitis, dan penuh makna: Menyertai Thamrin, seorang besar kita yang berpulang.
Ini hanya satu dari lebih 300 kawatduka cita yang datang sampai dengan petang hari tanggal 11 Januari. Kawat-kawat itu datang dari pelosok tanah air dan dunia, antara lain Mesir dan Singapura. Pelajar Indonesia di Filipina mengirim kawat via Dr Ratulangi yang bunyinya, Deaths Thamrin irrepable loss. Extend condoleance bereaver family. Kewafatan Thamrin adalah kehilangan yang tak terhindarkan. Sampaikan duka cita kepada keluarga yang tabah.
Semula pihak keluarga merencanakan pemakaman Muhammad Husni Thamrin sore hari tanggal 11 Januari 1941, tetapi pihak Parindra meminta agar dapat ditunda keesokan harinya karena banyak tokoh Parindra dari luar kota yang menyatakan ingin menghadiri pemakaman.
Memang para pelayat membanjiri rumah duka. Bahkan dari Solo datang dengan mencharter autobus. Dr. A.K. Gani, Prof. Hussein Djajadiningrat, dan Mr. Sartono berada di antara sejumlah tokoh yang tampak di rumah duka. Tokoh muda Islam M. Natsir, yang kemudian hari menjadi Perdana Menteri RI, datang dari Bandung dan berada di kancah Harmoni bersama rakyat untuk melepas kepergian Muhammad Husni Thamrin.
Nyonya Thamrin menyambut para pelayat dengan mengatakan,
Saudara-saudara sekalian. Saya membilang diperbanyak terima kasih yang saudara-saudara telah memerlukan datang kemari darijauh untuk menunjukkan kecintaan saudara-saudara kepadaku dan terutama kepada suamiku yang sekarang sudah meninggal.
Jenasah diberangkatkan pukul 09.00 hari Sabtu tanggal 12 Januari 1941 dari rumah duka ke langgar Gg. Lere di dekat bioskop Alhambra untuk disembahyangkan. Setelah itu dibawa kembali ke depan rumah duka dan langsung dimasukkan ke dalam kereta jenazah. Jalan Sawah Besar penuh sesak. Lalu lintas berhenti total termasuk trem Lijn 3 dari Mester ke Kota. Semua organisasi kepanduan mendahului prosesi dengan membawa karangan bunga 70 buah banyaknya. Sesudah itu disusul kereta jenazah.
Di sepanjang jalan Sawah Besar, lalu Molenvliet Oost (Hayam Wuruk), Harmoni, Tenabang, sampai Karet berjubelan rakyat ingin melepas kepergian Muhammad Husni Thamrin. Di Karet sendiri tidak kurang dari 20.000 orang menghadiri pemakaman.
Jenazah almarhum "ditanam" bersebelahan dengan makam ayahnya Thamrin bin Thabri yang wafat pada tanggal 26 Mei 1923. Talqin dibacakan oleh Habib Ali Alhabsyi Kwitang.
Darjono yang mewakili PB Parindra, karena KA yang membawa Dr. Woerjaningrat dari Jawa terlambat masuk Batavia, dalam pidato kuburnya mengatakan,
Suara dan usaha saudara dalam gedung Volksraad, tetap menjadi buah kenangan rakyat. Dengan singkat, pekerjaan amal saudara di atas dunia akan kami peringati selama-lamanya, dan ada kepercayaan yang amal saudara itu menjadi tongkat dalam perjalanan saudara dalam mengunjungi Tuhan yang Mana Esa.
Dr. A.K. Gani dalam pidato kubur mengatakan,
Abang Thamrin, saya atas nama GAPI, Gabungan Partai Politik Indonesia, dengan ini menyatakan kata perpisahan. Suatu kejadian yang sedih kini terjadi berhubung dengan meninggalnya saudara. Sebagai anak Indonesia dan sebagai seorang Nasional, nama saudara akan tercantum dalam riwayat. Mudah-mudahan sepeninggal saudara, seperti dulu, sekarang, dan kemudian, semboyan patah tumbuh hilang berganti tetap ada pada kami. Dan Abang Thamrin, sebagai penutup saya sampaikan, sampai bertemu di akhirat nanti.