Makam Nyi Mas Gandasari, Kampung Kramat, Cipayung, Jakarta Timur
Tidak diketahui dengan pasti siapa sebenarnya Nyi Mas Gandasari yang dimakamkan di Kampung Kramat Cipayung, Jakarta Timur.
Tetapi melihat di depan makam tersebut terdapat pohon gerowak, maka ini menunjukkan di makam tersebut dikubur seorang resi. Resi adalah gelar bagi seorang pemuka agama di zaman sebelum kedatangan agama Islam.
Cipayung adalah daerah penting di zaman 3000 tahun Sebelum Masehi. Dalam penggalian arkeologi tahun 1970-an di daerah ini banyak ditemukan kapak batu yang oleh penduduk disebut gigi gledek.
Manusia proto Betawi adalah yang kemudian hari disebut, atau menyebut dirinya, Betawi. Penyebutan nama suatu suku bangsa tidak mesti berasal dari suku bangsa bersangkutan, dapat juga itu berasal dari orang lain.
Gigi gledek atau kapak batu, juga kapak besi, ditemukan hampir di seluruh wilayah Jakarta, mulai dari Cengkareng, Sunter, Cilincing, Kebon Siri, Tanabang, Jatinegara, Klender, Pasar Rebo, Pondok Cabe, Ciputat, Lenteng Agung, dan Kelapa Dua. Bukti kuat bahwa sebelum abad Masehi manusia proto Betawi telah bermukim di Jakarta
Sejak zaman Gubernur Ali Sadikin, telah dilakukan penggalian arkeologi di situs-situs Daerah Aliran Sungai (DAS) Jakarta Timur, Jakarta Barat, dan Jakarta Selatan. Ditemukan pelbagai peralatan kerja manusia dari zaman batu.
Dapat disimpulkan itu adalah komunitas Betawi purba, karena orang Betawi merupakan mukimin awal Nusa Kalapa yang kemudian terkenal dengan Jakarta. Jakarta sendiri sering dikatakan sebagai berasal dari Jayakarta, atau Jayakerta.
Jayakerta nama lama di Karawang. Ini bahasa Kawi yang bermakna kota yang berjaya. Nama Jayakerta kemudian dinisbatkan sebagai nama lain Nusa Kalapa oleh Prabu Siliwangi untuk mengenang puterinya yang bertinggal di Jayakerta: Rara Santang. Puterinya ini buah dari perkawinan Prabu dengan perempuan muslimah Nyai Subang Larang, santri Pulo Kalapa.
Memang tidak mudah menelusuri asal muasal suatu kelompok etnik. Karena perpindahan manusia berlangsung pada masa ribuan tahun Sebelum Masehi. Kalau dikatakan bahwa orang Betawi berasal dari pendatang luar Jawa tentulah ketika mereka datang ke Jakarta pada abad X sebelum Masehi keadaan Jakarta ketika itu tidak kosong, atau tanpa manusia. Penemuan gigi gledek menunjukkan bahwa sudah ada komunitas manusia yang menghuni daerah-daerah Jakarta Selatan, Timur, dan Barat.
Yang terjadi para pendatang itu bercampur baur dengan penduduk asli, termasuk terjadi kawin-mawin antara mereka.
Krajan berbeda dengan kerajaan. Krajan adalah lembaga yang berada di bawah kerajaan. Krajan tidak memiliki sistem pertahanan. Pertahanan ditangani oleh kerajaan. Krajan tidak memiliki raja. Krajan dipimpin oleh seorang tokoh yang disebut Aki.
Kantor Kelurahan Bale Kambang yang baru dibangun di era Gubernur AN Sadikin. Lokasi kantor persis di depan bale kambang. Di depan bale kambang terhampar panorama indah: lembah nan hijau, sungai Ciliwung, dan pemukiman penduduk sekitarnya. Dari sudut toponimi, asal usul nama tempat, bale kambang yang pernah ada di sini milik krajan Kalapa Girang sebagaimana disebut di naskah lama Cirebon. Krajan ini mestinya lebih dahulu berdiri dari krajan Tanjung Kalapa di Sungai Tirem, Jakarta Utara.
Komunitas manusia bermula dari keluarga. Karena keperluan mengerjakan sawah yang memerlukan tenaga yang banyak, maka beberapa keluarga membentuk rompogan. Beberapa rompogan membentuk rerompogan. Krajan terdiri Dari sejumlah rerompogan. Fungsi utama krajan adalah mengatur kegiatan produksi dan pemasarannya, komunitas yang berada di bawa krajan.
Di Jakarta tidak ada kerajaan, tetapi ada sejumlah krajan. Menurut naskah Cirebon terdapat krajan yang bernama Kalapa Girang. Besar kemungkinan Kalapa Girang berada di Condet. Di Condet terdapat makam-makam tua. Di samping itu juga ada kampung yang bernama Pangeran.
Sebagaimana telah disebutkan, di Condet terdapat tempat bernama Bale Kambang. Nama ini juga terdapat di NTB dan Bekasi. Bale Kambang adalah tempat peristirahatan orang penting di krajan atau orang kaya.
Krajan Segara Pasir. Naskah lama Cirebon menyebut keberadaan krajan Segara Pasir, atau Segara Bukit. Krajan ini terletak di Tarumajaya, Bekasi, pada sebuah simpang tiga. Dari selatan Ji. Pahlawan Setia, Bekasi, ke utara Sungai Tirem dan Marunda, Jakarta, ke timur menuju Kampung Buni. Lokasi krajan di titik simpang tiga, di atas tanah berbukit.
Pelabuhan Sungai Tirem, 2011. Pelabuhan ini pernah ramai sekali pada abad-abad awal Masehi, tatkala kejayaan krajan Tanjung Kalapa
Krajan di tepi Sungai Tirem ini disebut juga dalam naskah Sunda lama. Krajan ini disebut Sala-ka-Nagara. Sala-ka-Nagara berarti kerajaan bawahan, atau krajan. Dalam naskah Sunda lama pendiri krajan adalah Aki Tirem. Diperkirakan krajan ini telah berdiri pada abad pertama Masehi.
Krajan-krajan di Jakarta dan sekitarnya pada abad IV Masehi ditaklukkan oleh Tarumanagara. Kekuatan yang datang dari India Utara yang kemudian mendirikan kerajaan. Tidak diketahui di mana lokasi Kerajaan Tarumanagara. Yang menjadi peninggalan kerajaan ini hanya prasasti-prasasti saja, antara lain Prasasti Tugu dan Prasasti Ciaruteun, Bogor. Kedua prasasti itu berisi pernyataan bahwa Raja Tarumanagara yang bernama Purnawarman adalah gagah perkasa. Dalam prasasti Tugu disebutkan Purnawarman membangun terusan dari kali Chandrabaga hingga kali Gomati. Tetapi peninggalan terusan tersebut tak dapat diketahui lagi jejaknya.
Di Kecamatan Jayakerta dan Batu Jaya, Karawang, hingga awal abad XVII masih terdapat krajan yang bernama Juda Karti. Menurut sumber Belanda daghregister 1641 nama rajanya ketika itu Aki Agas Kintal.
Di kedua kecamatan di Karawang itu masih terdapat nama tempat Krajan, di kecamatan Jayakerta dan Krajan di Batu Jaya..