Humor Betawi
Orang Betawi umumnya menyukai humor, tetapi tidaklah berarti dari rahim Betawi tidak muncul tokoh-tokoh serius. Ambil misal Syekh Junaid al Batawi, beliau tokoh Islam paling terkemuka di abad XIX karena dipercaya menjadi Imam Masjid al Haraam dan mengajar di serambinya. Begitu juga dengan sejumlah nama-nama besar ulama, antara lain Guru Mansur, Guru Mugeni, Guru Mujtaba.
Humor adalah bagian dari kehidupan orang Betawi. Memisahkan orang Betawi dari humor seperti memisahkan gula dari manisnya, garam dari asinnya. Humor bukan gejala psikologis, tetapi fenomena sosiologi sebuah komunitas yang hidup dalam dinamika kota besar selama ratusan tahun sejak Kalapa difungsikan sebagai pelabuhan samudera oleh Kerajaan Sunda di abad XII M.
Mamat : Ade ape, Din, di gang sebele, kok kedengerannye rame bener.
Udin : Mating ketangkep. Mamat : Abis gitu?
Udin : Ude deh kepalenye ga muat pici. Mamat : Ga muat pici pigimane?
Udin : Pan pade benjol tu kepale dipukulin orang. Mane ade lagi pici nyang pas di kepale die....
Pada tahun 1930 sampai dengan tahun 2000 di Jakarta banyak ahli-ahli humor Betawi yang menjadi penghibur dalam perayaan-perayaan yang diadakan penduduk. Seorang di antaranya bernama Haji Ja'it. Jenis kesenian ini disebut Sahibul Hikayat.
Sebuah kisah Sahibul Hikayat Haji Ja'it pada tahun-tahun 1960-an menggambarkan secara satyristic proses pelimpahan kekuasaan. Ja'it mengisahkan tukang kacang yang promosi sebagai raja.
Alkisah tersebutlah Maharaja Samsul Mulukyang berkuasa di benua negeri Azraki. Maharaja mempunyai seorang putri yang cantik jelita bernama Mayang Murni. Menurut bujangga yang empunya cerita Mayang Murni jatuh sakit. Segala macam tabib didatangkan dari negeri seberang, tetapi penyakit Tuan Putri tidaklah sembuh. Raja menitahkan kepada Perdana Menteri untuk keluarkan maklumat sayembara. Maka Perdana Menteri dengan diiringi hulubalang dan bunyi-bunyian kemong berkeliling benua negeri Azraki menyampaikan maklumat. Begini bunyinya:
Ma'lumat. Kepada penduduk benua negeri Azraki diumumken. Barang siapa dapetsembuhken Tuan Puteri daripenyakitnya sigra akan dikawinken dengan Tuan Puteri Mayang Murni berikut menjadi ahli waris kerajaan. (Orang pada besurak denger tu ma'lumat)
Perdana Menteri melanjutkan: Tunggu dulu jangan surak dulu. Tapi siapa yang gagal sembuhken Tuan Puteri Mayang Murni dia aken digantung di alun-alun dan sebelonnye aken dikenaken hukum picis, atau diiris-iris lengannya dan diperah jeruk limau, pada yang bersangkutan. Sekean maklumat dari kerajaan.
(Penonton pade ngedumel. Mendingan saye kaga jadi mantu raje deh dari pade diukum picis. Siape yang mau)
Sehari menjadi seminggu, seminggu menjadi sebulan, tidak ada orang yang mendaftar menjadi peserta sayembara. Sebulan lewat sehari datanglah seorang tukang kacang dengan pikulannya ke kerajaan. Hulubalang menghalau. Tukang kacang menjelaskan maksudnya yang ia mau ikut sayembara. Perdana Menteri perintahkan hulubalang agar tukang kacang dibolehkan masuk.
Maharaja : Hey tukang kacang, nekad amat kamu mau mengobati kepada saya punya anak, apa tidak takut kalau kamu gagal? Kamu bakal kena ukum picis kemudian algojo kami orang akan gantung kamu punya kepala di alun-alun?
Tukang kacang : Daulat Tuanku. Ke bawah duli tuanku. Hamba tidak takut. Daripada idup hamba susah begini yang ujung-ujungnya mati juga sebagei tukang kacang, mendingan ketauan dah hamba mati gara-gara gagal ngobatin Tuan Puteri.
Di pojokan istana, Perdana Menteri kasih kode sama algojo: Algojo, makanan ente tuh bakalannye, mana bisa dia ngobatin. Segala tukang kacang.
Algojo : Hamba siap gantung dia punya kepala. Tangan hamba
sudah gatal, Tuan.
Kata bujangga yang empunya cerita, seharian tukang kacang ngobatin Tuan Puteri dan berhasil dengan gemilang.
Mayang Murni : Ayahanda, ibunda, anakenda sudah sembuh. Anakenda punya napsu makan timbul lagi. Tulungin dong beliken soto kikil sama pepes ikan teri. Anakenda sudah kangen deh.
Maharaja : Baek. Puteriku ciumlah tangan ibumu. Tuan Puteri mencium tangan permaisuri.
Permaisuri : Anakku Mayang, jangan kata soto kikil sepiring, sepikul juga ibunda bisa beli'in.
Keluarga raja anak beranak itu bukan main girangnya. Di tengah kegirangan mereka, masuklah Perdana Menteri bersama tukang kacang. Maharaja mempersilakan mereka duduk di dekat keluarga raja.
Maharaja : Hey Perdana Menteri. Kasihlah maklumat bahwa anakku sudah sembuh dan sesuai dengan perjanjian yang sudah aku sampaikan, tukang kacang ini telah menjadi jodoh kepada anakku. Aku pegang perjanjian. Anakku sudah sembuh.
Mayang Murni : Ayahanda ...
Maharaja : Anakku Mayang, sudahlah, ini keputusan telah ayah ambil di kutika kamu sakit, tidak inget orang. Temuilah calon suamimu itu.
Mayang Murni
Ogah ayah, sum dia mandi dulu dong, abis badannya bau.
Permaisuri : (kepada tukang kacang) Mantu mandi deh, kamar mandinya di mana nanti bakal ditunjukin sama dayang-dayang.
Mayang Murni : Ibunda, sum dia gosok gigi juga dong.
Permaisuri : Mayang, sudahlah Nak. (kepada dayang) Eh dayang-dayang, odol yang kemarin aku sum beli kasih sama calon mantuku ini.
Dikisahkan Perdana Menteri menyampeiken maklumat di alun-alun: Wahai penduduk benua negeri Azraki. Sayembara sudah habis, Tuan Puteri telah dapat disembuhken. Penyakitnya sudah diangkat Yang Kuasa. Pemenang sayembara adalah tukang kacang. Sekean.
Rakyat terbahak-bahak. Malah ada yang nyanyi bareng, rasain lu rasain. Tidak henti-hentinya rakyat di seluruh benua negeri Azraki membicaraken halnya Maharaja yang amat berkuasa itu lagi pula lalim bermenantukan tukang kacang.
Sampai jauh malam, tidak perempuan tidak lelaki, pada ketawa terbahak-bahak membicarakan nasib raja yang sombong yang telah menolak banyak lamaran pangeran yang cakep-cakep dari negeri seberang.
Suasana negeri Azraki jadi panas. Hulubalang dan punggawa kerajaan tak tahan mendengar sindiran bahwa Raja Azraki nantinya tukang kacang. Orang pada membahas apakah sesudah jadi raja, sang maharaja baru akan berjualan kacang, atau berhenti dagang. Ada lagi yang mengejek, ia usul agar pikulan tukang kacang ditaro di alun-alun sebagai simbol kerajaan.
Sejak hari itu mendengar orang menyebut tukang kacang saja sudah terbahak-bahak. Hari esoknya cukup bilang kacang, orang sudah terpingkal-pingkal.
Keadaan negeri yang bergoncang oleh issue tukang kacang dibahas oleh Maharaja, Perdana Menteri, dan segenap al Wazir. Akhirnya diputuskan barangsiapa kedapatan mengucapkan kata kacang akan dihukum gantung dengan kepala di bawah, sampe mati. Ini dianggap telah menghina kepada martabat kerajaan dan benua negeri Azraki.
Rakyat menyesuaikan diri dengan peraturan yang berlaku. Tidak ada yang berani mengucapkan perkataan kacang melainkan dengan sandi. Tukang bubur kacang ijo bilang ia berjualan bubur a'ang ijo. Di pasar-pasar juga begitu. Orang yang mau beli kacang cukup memperlihatkan kelingkingnya saja, tukang sayur sudah paham. Tukang kacang rebus keliling berdiam diri tidak berani menyebut dagangannya.
Di sebuah tikungan jalan, berkumpullah beberapa anak muda yang iseng. Mereka mempunyai rencana jahat menjebak tukang kacang. Dari jauh sudah terlihat tukang kacang rebus memikul dagangannya tanpa bersuara seperti lazimnya.
Anak Muda I : Bang jualan ape?
Tukang kacang cuma menunjuk dagangannya saja.
Anak Muda II : Jangan cuman nunjuk-nunjuk doangan dong, di situ emang dagang apa'an sih?
Tukang Kacang : Lihat aje sendiri saye dagang apa'an. Emangnye saye kaga tau maksud saudare ape. Saudare pan mau jebak saye. Ga punya malu lu, mau ngejebak orang.
Demikian petikan Sahibul Hikayat Haji Ja'it.
Keadaan negeri yang bergoncang oleh issue tukang kacang dibahas oleh Maharaja, Perdana Menteri, dan segenap al Wazir. Akhirnya diputuskan barangsiapa kedapatan mengucapkan kata kacang akan dihukum gantung dengan kepala di bawah, sampe mati. Ini dianggap telah menghina kepada martabat kerajaan dan benua negeri Azraki.
Rakyat menyesuaikan diri dengan peraturan yang berlaku. Tidak ada yang berani mengucapkan perkataan kacang melainkan dengan sandi. Tukang bubur kacang ijo bilang ia berjualan bubur a'ang ijo. Di pasar-pasar juga begitu. Orang yang mau beli kacang cukup memperlihatkan kelingkingnya saja, tukang sayur sudah paham. Tukang kacang rebus keliling berdiam diri tidak berani menyebut dagangannya.
Di sebuah tikungan jalan, berkumpullah beberapa anak muda yang iseng. Mereka mempunyai rencana jahat menjebak tukang kacang. Dari jauh sudah terlihat tukang kacang rebus memikul dagangannya tanpa bersuara seperti lazimnya.
Anak Muda I : Bang jualan ape?
Tukang kacang cuma menunjuk dagangannya saja.
Anak Muda II : Jangan cuman nunjuk-nunjuk doangan dong, di situ emang dagang apa'an sih?
Tukang Kacang : Lihat aje sendiri saye dagang apa'an. Emangnye saye kaga tau maksud saudare ape. Saudare pan mau jebak saye. Ga punya malu lu, mau ngejebak orang.
Demikian petikan Sahibul Hikayat Haji Ja'it.